Dalam surat keputusannya bernomor S-254/MBU/2012 yang terbit hari ini, Dahlan menarik dua aturannya yaitu SK-164/MBU/2012 dan SK-165/MBU/2012 yang isinya pendelegasian wewenang Menteri BUMN kepada Direksi dan Komisaris BUMN.
"Berhubung masih terdapat perbedaan penafsiran dan untuk menghindari polemik yang berkepanjangan yang dapat mengganggu aksi korporasi BUMN dan pencapaian tujuan BUMN, maka dalam kedudukan selaku Pemegang Saham/RUPS pada Persero dan Perseroan Terbatas, serta Pemilik Modal pada Perum, dengan ini kami menunda pelaksanaan SK-164/MBU/2012 dan SK-165/MBU/2012 sampai ada pemberitahuan lebih lanjut," ujar Dahlan dalam salinan keputusan yang dikutip, Senin (21/5/2012).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
- SK-164/MBU/2012 tentang Penetapan Sebagian Kewenangan Menteri Negara BUMN sebagai Wakil Pemerintah Selaku RUPS Pada Perusahaan Perseroan (Persero) Menjadi Kewenangan Dewan Komisaris dan Direksi.
- SK-165/MBU/2012 tentang Penetapan Sebagian Kewenangan Menteri Negara BUMN Sebagai Wakil Pemerintah Selaku Pemilik Modal Perusahaan Umum (Perum) Menjadi Kewenangan Dewan Pengawas dan Direksi.
Sebelumnya, aturan pendelegasian wewenang oleh Dahlan ini menimbulkan polemik di DPR. Beberapa anggota DPR dipelopori Wakil Ketua Komisi VI, Aria Bima berencana untuk mengajukan hak interpelasi terhadap putusan Dahlan tersebut.
Keputusan Dahlan soal pendelegasian wewenang ini dinilai melanggar peraturan yang lebih tinggi di atasnya. Lewat keputusan tersebut, memang banyak birokrasi yang dipangkas Dahlan.
Contohnya seperti penunjukkan direksi BUMN tanpa melalui mekanisme rapat umum pemegang saham (RUPS) dan tanpa mekanisme tim penilai akhir (TPA). Ini seperti yang terjadi pada perombakan direksi Pertamina baru-baru ini yang dilakukan atas permintaan Dirut Pertamina.
(feb/dnl)











































