Bos Kereta Api: Ada Harga Ada Rupa, Tarif Rp 7.000 AC Mati Wajar

Bos Kereta Api: Ada Harga Ada Rupa, Tarif Rp 7.000 AC Mati Wajar

- detikFinance
Kamis, 21 Jun 2012 21:11 WIB
Jakarta - PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) menegaskan angkutan tarif kereta di Indonesia jauh lebih murah dibandingkan angkutan umum lainnya. Misalnya tarif KA justru lebih murah dibandingkan angkutan bus, padahal di negara lain sebaliknya.

Direktur Utama PT KAI Ignasius Jonan mencontohkan harga tiket KRL AC Komuter Bogor-Jakarta Rp 7.000 jauh lebih murah dibandingkan tarif bus dengan rute yang sama. Bahkan layanan kereta menjanjikan kepastian waktu yang jelas dibanding bus.

Namun ia mengakui ada beberapa masalah yang masih dihadapi antara lain subsidi (PSO) yang tidak mencukupi untuk kereta ekonomi dan tarif kereta kelas ekonomi tak berubah sejak 2002 lalu. Hal ini secara langsung akan mempengaruhi tingkat layanan dan sarana menjadi rendah, termasuk layanan kereta komuter Jabodetabek.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ada harga ada rupa, tarif Rp 7.000 AC mati wajar," katanya di Plaza Senayan, Jakarta, Kamis (21/6/2012)

Ia mengatakan di seluruh dunia tarif kereta dipastikan lebih mahal dari bus. Hal yang berbeda justru terjadi di Indonesia.

Menurutnya anggaran PSO tahun 2012 yang belum mencukupi, ini diperparah dengan belum cairnya anggaran tersebut hingga kini. Jonan berharap kuasa pemegang anggaran memiliki standar soal waktu pencairan anggaran PSO kereta api. Tahun lalu saja PT KAI harus mensubsidi silang kepada kereta kelas ekonomi dari pendapatan angkutan barang sekitar Rp 400 miliar.

"Saya nombok Rp 400 miliar tahun lalu," katanya,

Jonan juga mengusulkan agar diterapkan single tariff untuk semua layanan kereta dengan besaran subsidi yang ditetapkan. Hal ini sudah ia sampaikan beberapa kali ke pemerintah namun belum mendapatkan respons.

Mengenai kinerja keuangan tahun ini, ia optimistis pendapatan PT KAI akan naik hingga 10-15%, sedangkan laba akan naik hingga 30%. Tahun 2010 lalu total pendapatan KAI mencapai Rp 5,34 triliun kemudian naik di 2011 menjadi Rp 6,27 triliun. Sementara itu laba (setelah pajak) tahun 2010 mencapai Rp 216,33 miliar, kemudian turun di 2011 menjadi Rp 201,24 miliar.

"Itu turun karena ada perbaikan pelayanan umum. Tahun ini pendapatan naik 10-15%, laba diperkirakan naik 30%, ini dampak dari perbaikan pelayanan tahun lalu dinikmati tahun ini," katanya.

(hen/dnl)

Hide Ads