Ketua Harian HKTI Sutrisno Iwantoro mengatakan kenyataan ini sudah berlangsung lama dan selalu terulang. Ia mempertanyakan peran pemerintah untuk turun tangan mengatasi masalah ini.
"Impor kedelai ini ada di tangan beberapa importir, ada 5-6 importir besar. Saya kira jangan sampai kelima 5 importir besar menguasai pasar Indonesia. Memungkinkan mereka membentuk kartel impor kedelai," kata Sutrisno kepada detikFinance, Senin (23/7/2012)
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini bisa diperiksa KPPU (komisi Pengawas Persaingan Usaha) apabila ada dugaan kartel, kartel indikasinya ada kenaikan harga berlebihan. Ada baiknya mereka (importir) menyadari itu," katanya.
Menurutnya seharusnya pemerintah tak membiarkan pola perdagangan kedelai yang cenderung dikuasai oleh segilintir importir ini. Pemerintah harus memberdayakan para koperasi perajin tahu tempe sebagai importir langsung.
"Saya sarankan agar pemerintah memberikan akses agar koperasi mengimpor sendiri, agar tak tergantung, soal modal kalau menguntungkan, bisa dari perbankan. Jangan sampai ini selalu terulang, patut ini curigai pelakunya itu-itu juga," katanya.
Sutrisno menambahkan jika pola semacam ini bisa diatasi maka ketergantungan Indonesia mengimpor kedelai dari Amerika bisa dibatasi. Sehingga sumber-sumber baru kedelai impor seperti dari Argentina, Brasil yang lebih murah bisa menjadi pilihan.
"Kedelai bisa dari Brasil dan Argentina yang lebih murah. Namun seharusnya pemerintah jangan bergantung dengan impor, karena semua orang membutuhkan kedelai, harus dari dalam negeri. Yang namannya urusan perut tak boleh tergantung oleh negara lain," tegas Sutrisno.
Forum Tempe Indonesia (FTI) mencatat Indonesia masih mengimpor kedelai sedikitnya sekitar 1,4 sampai 1,6 juta ton per tahun. Kebutuhan nasional bisa mencapai 2,2 juta ton per tahun dan Indonesia hanya produksi 600 ton sampai 800 ribu ton per tahunnya.
(hen/dnl)