Hatta: MRT Penting, Karena Tak Ada Kendaraan Publik yang Nyaman

Hatta: MRT Penting, Karena Tak Ada Kendaraan Publik yang Nyaman

- detikFinance
Kamis, 20 Des 2012 21:39 WIB
Jakarta - Menko Perekonomian Hatta Rajasa tetap ngotot pembangunan transportasi mass rapid transit (MRT) di Jakarta harus dibangun. Karena transportasi massal ini penting di ibukota.

"Kalau angkutan massal kita tidak seperti itu, maka sulit untuk melarang motor masuk ke daerah-daerah protokol. Melarang ini melarang itu. Karena memang alternatif kendaraan publik yang nyaman itu belum tersedia. Maka kita akan sediakan (MRT)," tutur Hatta di sebuah rumah makan kawasan Menteng Jakarta, Kamis (20/12/2012).

Dikatakan Hatta, persoalan mandeknya proyek MRT Lebak Bulus-Bundaran HI ini tidak bisa dibiarkan. "Karena ini persoalan menyangkut 2 negara. Rakyat DKI ya rakyat Indonesia. Tidak ada jalan yang tidak ketemu, mesti ketemu yang penting duduk sama-sama," tegasnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Hatta, tidak ada ibukota di negara manapun yang membiarkan kotanya macet karena transportasi yang tidak memadai, sehingga masyarakatnya terpaksa menggunakan kendaraan pribadi dan menyebabkan macet.

"Pemerintah setuju MRT, hanya Pak Jokowi keberatan kalau beban subsidi terlalu besar ada di APBD, itu kan bisa diselesaikan, orang semua sumbernya dari APBN semua kok. APBD sumbernya dari mana, dari pendapatan asli daerah dan APBN. Jadi kalau kita duduk sama-sama membedah duduk serius pasti ketemu jalan keluarnya," tegas Hatta.

Memang, Hatta berencana bertemu dengan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) terkait nasib pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta, besok (21/12/2012). Proyek MRT kini sedang dihadapkan adanya risiko pembayaran komitmen utang proyek atau Commitment fee Rp 6 miliar.

Dirjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Robert Pakpahan sebelumnya menyatakan commitment fee untuk utang proyek MRT sebesar 0,1% dari total utang yang disepakati pada tahun 2009 lalu. Commitment fee ini berlaku untuk 50 tahun.

"Commitment fee MRT 0,1%, untuk loan-nya 0,2% itu untuk produknya, yang ditandatangani tahun 2009 untuk pembangunan," jelas Robert saat ditemui di Seminar Bank Dunia, Hotel Intercontinental, Jakarta, Selasa (18/12/2012).

Sebagai informasi, pinjaman JICA ini akan terkena commitment fee 0,1% dan bunga 0,2% dengan loan maturity (jatuh tempo) selama 50 tahun. Proyek engineering service, kata Robert, telah dilakukan dengan biaya 1,86 miliar yen dan akan masuk tahap konstruksi yang diperkirakan akan memakan biaya sebesar 48,15 miliar yen atau sekitar Rp 6 triliun.

Dengan demikian, meski belum digunakan, pemerintah sudah dikenakan biaya sekitar Rp 6 miliar dalam 50 tahun atau Rp 120 juta per tahun.

"Kalau untuk pinjaman yang tahun 2005, untuk perencanaannya sudah tidak ada masalah, sudah ditarik, tapi yang ditandatangi tahun 2009 ini kan belum ditarik, jadi ya tetap kena commitmen fee," kata Robert.

(zul/dnl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads