Wakil Ketua Komisi XI DPR, Harry Azhar Azis mengungkapkan meskipun utang Indonesia cukup besar, namun dampaknya tak dirasakan oleh rakyat. Padahal seharusnya utang itu digunakan untuk kemakmuran rakyat.
"Pola utang yang menggunakan APBN/APBD memang harus dirombak total. Selama ini pemerintah melalui K/L yang kemudian dituangkan dalam 'green book' dan 'blue book' Bappenas, sudah disepakati oleh Pemerintah baru minta persetujuan DPR melalui usulnya dalam APBN," kata Harry dalam penjelasannya kepada detikFinance, Kamis (27/12/2012).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Harry, jika DPR menolak utang-utang tersebut maka commitment fee yang tetap jalan dan tidak bisa dihilangkan ini bisa menjadi bumerang bagi pemerintah. "Karena lembaga donor akan menuntut pemerintah dan kemungkinan dalam arbitrase atau pengadilan internasional pemerintah dikalahkan dan akan bayar lebih besar," jelasnya.
Sekarang, lanjut Harry utang-utang tersebut juga tidak jelas. Menurutnya dampak dari adanya utang tak dirasakan oleh rakyat.
"Tak dirasakan rakyat. Harusnya pemerintah tidak boleh membuat kesepakatan dengan segala komitmen fee-nya sebelum disetujui oleh DPR yang mewakili seluruh rakyat. Dengan cara begitu, pembuatan utang akan lebih terkontrol untuk apa saja dan utang betul-betul dirasakan oleh rakyat dan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat," tutup Harry.
Seperti diketahui, Indonesia sendiri masih masuk kedalam 10 pengutang terbesar di antara negara berkembang.
Sesuai dengan laporan Bank Dunia, berikut 'Top 10 Borrowers-External Debt Stock 2011' atau '10 Besar Peminjam-Utang Luar Negeri 2011' versi Bank Dunia:
- China US$ 685,4 miliar
- Russia US$ 543,0 miliar
- Brasil US$ 404,3 miliar
- Turki US$ 307,0 miliar
- India US$ 334,3 miliar
- Meksiko US$ 287,0 miliar
- Indonesia US$ 213,5 miliar
- Ukraina US$ 134,5 miliar
- Rumania US$ 129,8 miliar
- Kazakhstan US$ 124,4 miliar