"Saya mendatangkan dari Jawa terus. Mas bayangkan saja rata-rata 12 ton per minggu. Peternak di sini tidak mampu memenuhi permintaan sebanyak itu," kata dia saat ditemui detikFinance di kiosnya, Rabu (5/11/2013).
Ia melanjutkan harga merupakan faktor lain yang menjadi penyebab keengganan pedagang memesan telur dari peternak lokal. Pasalnya, peternak lokal membeli pakan dan obat-obatan untuk ternaknya dari Jawa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain melayani pembeli rumah tangga, lanjut dia, pelanggannya juga pemilik warung. Artinya, para pembeli merupakan pedagang yang akan menjual lagi di daerahnya. Sehingga tidak heran apabila harga telur di daerah pinggiran bisa lebih mahal.
"Kalau di Jawa pakai kiloan kalau di sini kan piringan (tabak dari karton). Satu piring kalau telur horn ukuran kecil harganya Rp30 ribu."
Sebelumnya, Pemkab Kobar membangun Perusahaan Daerah (PD) Agrotama Mandiri untuk memproduksi pakan ternak berbahan baku jagung. Namun hingga kini perusahaan tersebut macet dan tidak beroperasi. Selain masyarakat enggan menanam jagung untuk suplai pabrik tersebut. Kondisi pabrik juga sangat memprihatinkan akibat terjangan angin puting beliung beberapa waktu lalu.
Padahal Pemkab Kobar telah menghabiskan dana sekitar Rp 9,661 miliar untuk mendirikan pabrik di Desa Batu Belaman tersebut. Rinciannya, pembangunan tahap awal pada 2008 sebesar Rp 6,741 miliar, pembangunan gudang pada 2009 Rp 2,566 miliar, kantor Rp 93,5 juta, perumahan karyawan Rp 112,9 juta, perumahan manager Rp 87,911 juta, dan pemagaran Rp 79,770 juta.
(ang/ang)