Meski begitu, Pertamina mengaku masih rugi Rp 5,7 triliun dari jualan elpiji 12 kg.
Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan mengatakan, kenaikan laba ini didorong oleh pendapatan perusahaan yang mencapai US$ 71,1 miliar atau Rp 743,11 triliun di 2013. Pendapatan ini naik dibandingkan tahun 2012 yang mencapai US$ 70,9 miliar atau Rp 665,30 triliun.
"Kami sangat bersyukur karena RUPS Tahunan Pertamina dapat digelar hari ini untuk mengesahkan kinerja dan pertumbuhan positif perusahaan di tahun 2013. Pertamina di usianya yang ke-56 terus melakukan transformasi untuk menjadi perusahaan energi nasional kelas dunia, tumbuh menjadi perusahaan yang sehat, transparan dan siap bersaing dalam percaturan bisnis global," kata Karen dalam siaran pers, Rabu (26/2/2014).
Menurut Karen, BUMN Migas ini berhasil mempertahankan kinerja keuangan yang positif dalam 5 tahun terakhir, laba bersih perusahaan meningkat hampir 97% dibandingkan laba tahun 2009 yang tercatat US$ 1,55 miliar dan terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya.
Produksi migas Pertamina tahun 2013 meningkat menjadi 465.220 barel setara minyak per hari, jika dibandingkan dengan capaian 2012 sebesar 461.630 barel setara minyak per hari.
Peningkatan ini disokong oleh peningkatan produksi minyak sebesar 202 ribu barel per hari dan gas sebesar 1.528 mmscf per hari. Peningkatan produksi tersebut juga diikuti dengan penambahan cadangan migas yang mencapai 237,31 juta barel setara minyak selama tahun 2013.
Kinerja produksi uap panas bumi untuk pembangkitan listrik juga memberikan kontribusi bagi peningkatan pendapatan dan laba bersih perusahaan.
Pada 2013, realisasi produksi panas bumi mencapai 21,73 juta ton atau naik 38,5% dibandingkan 2012 yang hanya mencapai 15,69 juta ton.
Kinerja yang kuat juga ditunjukkan pada bisnis hilir Pertamina dengan memperkokoh penguasaan pangsa pasar BBM non subsidi dan pelumas di pasar domestik dan gencarnya ekspansi pasar beberapa produk, seperti aviasi, pelumas dan BBM industri ke luar negeri.
Ekspor pelumas produk Pertamina telah berhasil menembus 24 negara dan tetap memperkokoh penguasaan pangsa pasar pelumas dalam negeri sebesar 60%.
Peningkatan kinerja juga ditunjukkan oleh Pertamina dalam melakukan niaga gas. Pada tahun 2013, niaga gas Pertamina meningkat 147% menjadi 33,8 ribu BBTU dari tahun sebelumnya sebesar 23,1 ribu BBTU.
Tahun lalu, Pertamina menyalurkan BBM subsidi sebanyak 46,25 juta kiloliter dan elpiji subsidi tabung 3 kg sebanyak 4,4 juta metrik ton. Di tahun 2013, untuk pertama kalinya tercatat penyaluran BBM PSO di bawah kuota yang telah ditetapkan.
Untuk bisnis elpiji non-subsidi 12 kg, Pertamina mengaku masih mengalami kerugian Rp 5,7 triliun tahun lalu, karena masih menjual di bawah harga pokok pembelian.
Namun mulai awal tahun 2014 telah dilakukan penyesuaian harga sebesar Rp 1.000 per kg nett, guna mengurangi tingkat kerugian tersebut. Selanjutnya, Pertamina juga telah menyusun rencana untuk menaikkan harga elpiji 12 kg secara bertahap sehingga mencapai harga keekonomian pada tahun 2016.
Adapun realisasi investasi Pertamina sepanjang 2013 mencapai rekor tertinggi sebesar US$ 6,87 miliar atau Rp 71,8 triliun, yang disokong oleh realisasi investasi hulu dan akuisisi blok-blok migas di dalam dan luar negeri. Realisasi tersebut naik 118% dibandingkan nilai investasi 2012 yang mencapai US$3,15 miliar.
Tahun lalu, kontribusi Pertamina bagi penerimaan Negara pada 2013 mencapai Rp 78,22 triliun, yang terdiri dari Rp 9,5 triliun berupa dividen dan Rp 68,72 triliun untuk setoran pajak. Kontribusi tersebut meningkat 18,21% dibandingkan tahun 2012 sebesar Rp 66,17 triliun.
(dnl/ang)