Mendesak, Reformasi Anggaran Subsidi

Simalakama Anggaran Subsidi (7)

Mendesak, Reformasi Anggaran Subsidi

- detikFinance
Rabu, 07 Mei 2014 16:01 WIB
Mendesak, Reformasi Anggaran Subsidi
Menteri-menteri ekonomi dalam sebuah konferensi pers mengenai anggaran pendapatan dan belanja negara, di Jakarta, beberapa waktu lalu. (Foto: Rengga Sancaya/Detikcom)
Jakarta - Subsidi menjadi anggaran dengan alokasi besar yang harus disediakan pemerintah setiap tahunnya. Tidak jarang subsidi yang diberikan justru kontraproduktif dan menjadi beban fiskal. Pemerintah seakan tersandera subsidi, sehingga tak mampu bermanuver untuk menyediakan anggaran ke sektor yang lebih prioritas seperti kesehatan atau infrastruktur.

Tahun ini saja, pemerintah menganggarkan dana sebesar Rp 333,7 triliun untuk subsidi. Jumlah ini adalah 26,7 persen dari APBN. Dalam rentang 2008-2013, anggaran negara yang sudah dihabiskan untuk subsidi mencapai Rp 1.596 triliun.

Menurut Lana Soelistianingsih, Ekonom Samuel Sekuritas, sebenarnya pemerintah sudah menyadari pentingnya reformasi subsidi. Dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2009-2014, misalnya, pemerintah sudah mengagendakan pengurangan subsidi secara bertahap.

Namun hal ini tidak sempat terwujud. Pasalnya, berani mengurangi subsidi berarti harus berhadapan dengan antipati dari rakyat.

"Presiden sudah seharusnya berani dan mengambil kebijakan yang tegas soal subsidi. Semua kajian sudah ada dan tinggal diputuskan dan jalankan," kata Lana, pekan lalu.

Lana mengakui bahwa reformasi subsidi bukan kebijakan yang populis. Sulit bagi pemerintahan manapun untuk rela kehilangan pemilihnya demi kebijakan tersebut.

“Harusnya presiden bisa sedikit merelakan popularitasnya dan berani mengambil kebijakan tersebut. Cabut subsidi, letakkan fondasi yang kuat. Kalau tidak dipilih lagi di Pemilu yang akan datang harus rela," ucapnya.

Lana menilai, setelah fondasi yang kuat tersusun dengan baik maka ekonomi akan tumbuh dengan lebih sehat. Dampaknya akan terasa pada 15 atau 20 tahun yang akan datang. Masyarakat akan berterima kasih atas kebijakan tersebut kelak.

"Memang dalam setahun tidak akan terasa karena efeknya 15-20 tahun yang akan datang. Cabut subsidi sekarang itu sama dengan meletakkan fondasi ekonomi yang kuat untuk negara," kata Lana.

Kepala Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti menambahkan, dengan besarnya subsidi maka peran pemerintah sebagai agent of development menjadi tidak signifikan. “Kalau subsidi masih seperti ini, khususnya BBM masih besar, maka peran pemerintah sebagai agent of development sangat kecil. Sulit sekali mendorong pertumbuhan ekonomi seperti yang diharapkan," katanya.

Destry berharap akan ada kebijakan reformasi subsidi dari pemerintahan selanjutnya. Bisa dengan menaikkan harga BBM atau pun menerapkan konsep subsidi tetap. "Semoga ada kebijakan yang sangat realistis soal subsidi," ujarnya.

(hds/DES)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads