Sektor Pertanian Hadapi 3 Masalah Utama

Sektor Pertanian Hadapi 3 Masalah Utama

- detikFinance
Minggu, 25 Mei 2014 16:25 WIB
Sektor Pertanian Hadapi 3 Masalah Utama
Jakarta - Persoalan pangan selalu didengungkan dalam setiap kampanye politik. Tidak hanya saat ini, tapi juga pada tahun-tahun sebelumnya tiap menjelang pesta demokrasi.

Franky Sibarani yang merupakan pelaku industri makanan-minuman mengakui dalam 10 tahun terakhir tidak ada perubahan yang signifikan untuk sektor ini. Meskipun berbagai program telah dilaksanakan dengan anggaran yang cukup besar.

Menurut Franky, ada tiga hal yang harus dibenahi pemerintahan mendatang di sektor pangan. Pertama adalah birokrasi, yang saat ini masih terkotak-kotak. Perlu koordinasi antar sektor agar kebijakan bisa berjalan efektif.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau mau fokus ke pertanian, jadikan ini program utama. Selesaikan pertama masalah birokrasi yang rumit. Ini bukan hanya soal pertanian, tapi itu harusnya didukung oleh 70 sektor yang lain," terang Franky dalam diskusi publik di JKW Center, Menteng, Jakarta, Minggu (25/5/2014).

Kedua adalah dari sisi lahan yang saat ini sudah terkonversi ke perumahan dan industri lainnya. Tanpa lahan yang cukup, maka produksi pertanian tidak akan meningkat.

"Tak ada lahan, maka itu tidak mungkin mengembangkan pertanian. Maka itu perlu moratorium untuk konversi lahan pertanian," kata Franky.

Ketiga adalah akses perbankan untuk para petani. Bunga kredit yang tinggi sangat tidak bersahabat untuk petani. Bila dibandingkan dengan negara lain, tentunya Indonesia dengan kisaran 14% masih terlalu tinggi.

"Di antara negara-negara berkembang, Indonesia itu paling tinggi. Bagaimana petani mau maju?" tegas Franky, yang kini menjabat sebagai Sekjen Gabungan Perusahaan Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi).

Franky menyebutkan pasangan calon presiden-wakil presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla punya kemampuan untuk menyelesaikan berbagai masalah tersebut. "Pak Jokowi itu sarjana kehutanan dan pendekatannya adalah pasti berbasis pertanian. Artinya secara teoritis Pak Jokowi pasti sangat paham apa masalah petani dan produksinya," tuturnya.

Jokowi, lanjut Franky, juga punya kemampuan memberdayakan pasar tradisional seperti yang telah dilakukannya di Solo. Program revitalisasi pasar mampu mendekatkan antara petani, pedagang, hingga konsumen.

Sementara JK, menurut Franky, teruji saat menjadi wakil presiden periode 2004-2009. JK berani menghentikan importasi gula dan memaksa industri menggunakan produksi dari dalam negeri.

"Ini adalah keberanian. Tidak semua industri bisa menggunakan gula lokal karena kualitasnya. Tapi impor dihentikan dan mau tak mau semua harus menggunakan gula lokal," terangnya.

Β 
(mkl/hds)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads