Anggota tim ekonomi Capres-Cawapres Prabowo-Hatta, Didik J. Rachbini menegaskan bahwa maksud kebocoran Rp 1.000 triliun yang disampaikan Prabowo Subianto adalah kebocoran kekayaan negara per tahun, dari sumber-sumber penerimaan maupun belanja negara, bukan hanya kebocoran APBN secara khusus.
"Jadi itu tepatnya Rp 1.134 triliun, kebocoran kekayaan negara ada setengah lusin sumbernya," kata Didik dan tim Prabowo-Hatta lainnya saat berkunjung ke kantor detik.com, Kamis (19/6/2014)
Didik menjelaskan kebocoran kekayaan negara tersebut berasal dari berbagai sumber, yang selama ini tak bisa ditutup oleh pemerintahan yang pernah berkuasa.
"Kebocoran di sini bukan maksudnya menohok Pak Hatta (Mantan Menko Perekonomian), kebocoran terjadi sejak zaman Soeharto, Habibie, Gus Dur, Megawati, hingga SBY," katanya.
Pertama, kebocoran dari belanja APBN. Menurut Didik jika merujuk pendapat ekonom Soemitro Djojohadikoesoemo, bahwa kebocoran terjadi mencapai 30%. Jika saat ini dihitung terjadi kebocoran mencapai 25% dari APBN, maka angka Rp 400 triliun masih masuk akal.
Kedua, faktor kebocoran yang bersumber dari rendahnya pendapatan royalti dari sektor mineral dan batu bara seperti emas dan lainnya. Menurutnya pendapatan negara dari royalti bisa digenjot hingga Rp 100 triliun dari Rp 20-30 triliun. Caranya dengan melakukan renegosiasi kontrak termasuk soal besaran royalti yang diperbesar.
"Ini penting harus direnegosiasi," katanya
Ketiga, kebocoran dari sisi penerimaan pajak yang angkanya cukup fantastis, hingga Rp 400 triliun per tahun. Kebocoran ini terutama disebabkan karena masih rendahnya tax ratio atau rasio pajak yang saat ini hanya 12% dari PDB. Padahal jika rasio pajak bisa mencapai 19% seperti negara-negara maju maka kebocoran pajak bisa ditekan.
Keempat, kebocoran yang berasal dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Di sektor ini pun ada kebocoran yang angkanya bisa mencapai triliunan rupiah. Kelima, lubang kebocoran lainnya ada dicurinya sumber-sumber perikanan tangkap di wilayah laut Indonesia. Jumlahnya pun mencapai triliunan rupiah per tahun.
Keenam, menurut Didik kebocoran berasal dari harga jual ekspor gas Lapangan Tangguh Papua ke Fujian China pada era Presiden Megawati pada waktu berkuasa, yang harganya terlalu murah dibandingkan harga pasar yang berlaku. Menurutnya ini menjadi salah satu kebocoran terbesar dibandingkan presiden lainnya. Harga ekspor gas Tangguh awalnya US$ 2,4/mmbtu kemudian sudah dinaikkan jadi US$ 3,34 per mmbtu di 2006, kini sedang direnegosiasikan menjadi US$ 9 /mmbtu.
"Pak JK (Jusuf Kalla) pernah bilang sendiri ada kehilangan US$ 35 miliar (Rp 350 T)," kata Didik.
Dalam debat kandidat yang dilakukan akhir pekan lalu, Prabowo Subianto menyebutkan bahwa berdasarkan pernyataan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terdapat kebocoran kekayaan negara senilai Rp 7.200 triliun setiap tahunnya. Jika terpilih, Prabowo berjanji untuk mengatasi Rp 1.000 triliun kebocoran kekayaan negara.
(hen/hds)











































