Rusia-AS yang Saling Berbalas Sanksi

Rusia-AS Perang Dingin (Lagi)?

Rusia-AS yang Saling Berbalas Sanksi

- detikFinance
Jumat, 08 Agu 2014 08:25 WIB
Rusia-AS yang Saling Berbalas Sanksi
Presiden Rusia Vladimir Putin (Foto: Reuters)
Jakarta -

Memanasnya hubungan Rusia dengan Amerika Serikat dan sekutunya berbuntut panjang. Rusia kini telah melarang impor pangan dari AS dan para sekutunya.

Perdana Menteri Rusia Dmitry Medvedev mengatakan, Rusia akan mulai menghentikan impor buah-buahan, sayuran, daging, ikan, susu dan keju dari sejumlah mulai tanggal 7 Agustus 2014 dan akan berlaku selama setahun ke depan. Negara-negara yang produknya dilarang menyentuh tanah Rusia adalah Australia, Kanada, dan Norwegia.

Keputusan ini menyusul telah ditandatanganinya dekrit oleh Presiden Rusia Vladimir Putin. Putin memerintahkan untuk melarang atau membatasi makanan dari negara-negara yang memberi sanksi kepada Rusia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sanksi ini tidak baik, dan keputusan ini tak mudah. Tapi kita harus melakukannya," tegas Medvedev dikutip dari Reuters, Jumat (8/8/2014).

Rusia telah menerima sejumlah sanksi dari AS dan para sekutunya. Sejumlah pebisnis yang diduga dekat dengan rezim Putin tidak boleh masuk ke AS. Rusia juga telah dikeluarkan dari kelompok negara-negara maju G8.

Akar ketegangan ini bermula pada pada Februari 2014. Bukan dari Rusia, tapi masalah bermula dari Ukraina.

Pada awal 2014, Ukraina memanas. Di negara beribukota Kiev ini terjadi demonstrasi yang menolak kepemimpinan Presiden Ukraina Viktor Yanukovych yang akhirnya terpaksa lengser dari jabatannya.

Krisis yang terjadi sejak Februari ini menyebabkan dampak yang sangat luas untuk kedua pihak. Hubungan yang memanas ini bermula dari krisis yang terjadi di Crimea, sebuah wilayah yang berada di teritori Ukraina.

Pada Februari 2014, ini terjadi demonstrasi yang menolak kepemimpinan Presiden Ukraina Viktor Yanukovych yang akhirnya terpaksa lengser dari jabatannya. Ukraina pun mulai menjadi sorotan dunia.

Negara-negara asing mulai turun tangan, termasuk Rusia yang masih punya pengaruh besar terhadap Ukraina. Crimea, salah satu daerah di Ukraina yang berpenduduk mayoritas Rusia akhirnya ingin melepaskan diri dari Ukraina dan pulang ke pangkuan Mother Russia.

Pada pertengahan Maret lalu, rakyat Crimea mengadakan voting yang hasilnya 96% menyatakan ingin kembali ke Rusia. Presiden Rusia Vladimir Putin menyambut baik hal ini.

Namun tidak bagi negara-negara lain. Referendum Crimea dianggap ilegal. Bahkan PBB pun menyatakan referendum yang ditengarai didukung Rusia tersebut tidak valid.

(zul/ang)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads