RI Berharap Paris Club Tak Terapkan Asas Komparabilitas

RI Berharap Paris Club Tak Terapkan Asas Komparabilitas

- detikFinance
Senin, 10 Jan 2005 16:44 WIB
Jakarta - Menkeu Jusuf Anwar yakin atas asas penyamarataan atau komparabilitas tidak akan menjadi syarat dalam pembahasan moratorium utang dalam pertemuan Paris Club 12 Januari mendatang. Pemerintah khawatir, jika asas komparabilitas diterapkan, maka moratorium akan menurunkan peringkat utang Indonesia. "Saya mempunyai keyakinan karena ini masalah yang berkaitan dengan kemanusiaan dan bencana nasional/global, maka asas komparabilitas akan dilupakan oleh negara kreditur sehingga tidak mempengaruhi peringkat utang dan tidak mengganggu tujuan Depkeu untuk menuju investment grade," ujar Menkeu di Gedung Depkeu, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, Senin (10/1/2005).Menurut Menkeu, moratorium yang saat ini digagas negara kreditur sepertinya berbeda dengan reschedulling utang yang pernah dibicarakan oleh pemerintah Indonesia. Pasalnya, reschedulling yang diajukan dulu memiliki syarat harus ada program IMF dan harus ada asas komparabilitas antara swasta dan negara-negara non Paris Club. "Kalau asas komparabilitas diterapkan, kita bisa langsung masuk selektif default, itu yang sangat saya takutnya," katanya.Oleh karena itu, ia menegaskan, dirinya bersikap pelan dan konservatif. "Yang akan memberikan (moratorium) kita rangkul. Yang tidak memberikan tidak lantas kita ketok-ketok secara agresif. Kita harus berikan kesan bahwa ekonomi kita mampu mengatasi masalah-masalah dalam negeri," tegasnya. Dalam pandangannya, penerapan asas komparabilitas sangat berbahaya karena jika pihak swasta Indonesia akan masuk menerbitkan obligasi internasional, maka biaya yang dikeluarkan akan lebih mahal dengan jangka waktu yang lebih pendek. "Makanya menteri keuangan selain melihat kepentingan negara juga harus memikirkan kepentingan swasta kita," tukasnya.Menkeu kembali menegaskan optimismenya bahwa asa komparabilitas tidak akand diterapkan karena yang terjadi saat ini adalah satu bencana nasional dan global. Meski diakui untuk proses emergency, rehabilitasi dan rekonstruksi dibutuhkan dana yang sangat besar. Sejauh ini, tambahnya, pemerintah belum menerima konfirmasi secara resmi tentang keinginan negara kreditur memberikan moratorium. "Saat ini belum ada yang jelas. Sekarang kita jajaki ke Paris Club. Paris Club tidak bisa bicara apa-apa sebalum engara bilateral itu bicara. Kita harapkan nanti muncul satu syarat saja, walaupun tidak menutup kemungkinan ada syarat lain yang diajukan karena hal ini menyangkut utang bilateral," demikian Menkeu. (qom/)

Hide Ads