Diketahui, proyek ini merupakan langkah antisipasi dari ancaman tenggelamnya ibukota yang diperkirakan terjadi pada 2050. Terutama disebabkan turunnya permukaan tanah dan naiknya air laut dari bagian utara.
Garuda Raksasa pada dasarnya adalah tanggul sepanjang 33 km. Namun, pemerintah memanfaatkan area tersebut sebagai kota baru. Karena berbagai infrastruktur akan dibangun di atasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagaimana rinciannya? Berikut rangkuman detikFinance, Senin (6/10/2014) soal persiapan pembangunan Garuda Raksasa.
Tahap Awal Pembangunan
|
"Dari NCICD ini, pembangunan dimulai dengan bendungan sebagai tahap 1 sepanjang 33 km. Dibangun awal itu sepanjang 8 km," ujar pria yang akrab disapa CT ini.
Pembangunan awal ini akan diprakarsai oleh pemerintah pusat, yang diwakilkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Anggaran yang dibutuhkan adalah sebesar Rp 3,2 triliun.
"Pembiayaannya masing-masing 50%. Jadi Pemerintah pusat Rp 1,6 triliun dan Pemprov DKI Rp 1,6 triliun. Anggarannya akan masuk pada APBN 2015 mendatang," sebutnya.
Pembangunan bendungan ini harus selesai dalam waktu selama 3 tahun. Ini merupakan kebutuhan mendesak, mengingat ancaman banjir, akibat turunnya permukaan tanah dan meningkatnya air laut semakin dekat.
"Rapat sepakat 33 km ini dinding penahan air harus bisa diselesaikan dalam 3 tahun. Kenapa? Karena kebutuhan mendesak," paparnya.
Garuda Raksasa dengan 17 Pulau Buatan
|
Pemprov DKI Jakarta sebagai regulator telah melakukan tender dan menunjuk beberapa pengembang (developer) lokal untuk membangun 17 pulau baru hasil reklamasi tersebut.
"Developer 17 pulau itu adalah Jakarta Propertindo atau Jakpro, Ancol, dan Agung Sedayu Group," sebut Deputi Gubernur Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Sarwo Handayani.
Sebelumnya Direktur Utama PT Jakarta Propertindo (Jakpro) Budi Karya Sumadi merencanakan sebanyak 17 pulau buatan baru yang akan dibangun nanti bakal menjadi kota mandiri baru.
"Sebanyak 17 pulau itu nanti menjadi sebuah kota baru. Diupayakan kawasan itu bisa mandiri di daerah sendiri," ungkap Budi.
Menurut Budi kawasan 'Garuda' dirancang untuk 57% sebagai perumahan (apartemen), 31% sebagai pusat perkantoran, 7% untuk bisnis ritel, dan 6% untuk industri. Konsep yang disebut juga sebagai water front city sudah dikenal di berbagai kota di dunia seperti Dubai yang punya Palm Island.
Kawasan 'Garuda' juga akan dilengkapi beberapa infrastruktur dasar seperti pelabuhan, bandara, jalan layang di atas laut dari Bekasi-Tangerang yang melintasi pulau buatan, hingga pengolahan limbah dan air limbah di teluk Jakarta.
"Ada porsi untuk tempat tinggal, sekolah, rumah sakit, mal, dan sebagainya supaya tumbuh berkembang dan tidak membebani DKI Jakarta. Ada juga kawasan industri khusus high tech, bukan industri berat," paparnya.
Bandara Ali Sadikin
|
"Bandara memang belum diputuskan tetapi masih masuk rencana. Tetap dibangun di timur muaranya BKT atau atasnya Marunda. Tempatnya di situ nggak ada yang lain," kata Deputi Gubernur Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Sarwo Handayani.
Dengan rencana pembangunan Bandara Ali Sadikin, Pemprov DKI Jakarta memastikan masyarakat yang ada di Marunda, Jakarta Utara akan terkena dampak pembangunan proyek. Namun Handayani belum berani mengungkapkan, terkait masalah ganti rugi lahan dan lain-lain.
"Ya pastinya Marunda akan terkena dampaknya," imbuhnya.
Bandara Ali Sadikin ini nantinya akan terkoneksi dengan wilayah Tanggul 'Garuda Raksasa', dan 17 pulau baru hasil reklamasi. Selain bandara, proyek besar ini juga akan dilengkapi pelabuhan.
"Ada bandara ada juga pelabuhan. FS (Feasibility Study)-nya belum dilakukan. Pokoknya nanti ada terutama port (pelabuhan) dan bandara," jelasnya.
Pemprov Jabar Siap Pasok Pasir
|
"Jawa Barat dan Banten saya minta bantuan penuh untuk memasok timbunan pasir (ke proyek 'Garuda Raksasa'," kata pria yang akrab disapa CT.
Mendengar arahan CT, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heriawan atau akrab disapa Aher, mengaku siap memasok pasir ke DKI Jakarta. Beberapa daerah di Jawa Barat, menurut Aher, banyak memiliki pasokan pasir laut dan darat.
"Jawa Barat yang diperbolehkan memasok pasir ada aturan mainnya. Yang jelas dari mana lagi selain dari Jawa Barat dan Banten. Pasokan reklamasi dari pasir darat dan laut. Pasir laut dari Kerawang dan Indramayu, pesisir Cirebon. Pasir darat ada sejumlah pertambangan pasir yang resmi seperti di Kerawang, Subang, Bandung. Jadi ada," paparnya.
Bahkan ia juga berujar, Jawa Barat punya kontribusi yang cukup besar membangun Kota Jakarta yang megah saat ini. Pasir yang banyak digunakan penduduk Jakarta berasal dari Jawa Barat.
"Saya rasa cukup. Selama ini pembangunan Jakarta yang banyak ini pasirnya dari mana ya dari Jawa Barat," ujarnya.
Warga Pluit Terkena Dampak
|
Proyek rintisan National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) ini, tidak hanya membangun tanggul raksasa di dalamnya, tetapi pembangunan pulau-pulau baru hasil reklamasi.
"Areal terdampaknya itu yang Pluit untuk membangun penguatan tanggul. Lalu sepanjang bibir pantai," ungkap Deputi Gubernur Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Sarwo Handayani.
Handayani menambahkan, pihaknya sampai sekarang masih mendata secara lengkap jumlah rumah dan kepala keluarga (KK) yang terkena dampak pembangunan proyek 'Garuda Raksasa'.
"Belum didata seluruhnya, karena jumlahnya cukup banyak. Yang mendata nanti wilayah tata kota. Rapat dari sini putusannya kita akan rapat dengan DKI (Wakil Gubernur DKI Jakarta)," imbuhnya.
Sementara itu, bagi masyarakat yang terkena dampak, Pemprov DKI Jakarta siap ganti rugi. Ada dua segmen warga yang akan diganti rugi, yaitu pertama lahan bukan milik akan dipindahkan ke rusunawa dengan biaya sewa ditanggung warga. Sedangkan warga yang memiliki tanah sendiri, akan diganti rugi secara keseluruhan.
"Untuk rumah penduduk yang tinggal di bibir pantai sebagian sudah didata, tetapi masih diperlukan pendataan dan butuh waktu masih lama," jelasnya.
Makan Biaya Rp 500 Triliun
|
Tahap pertama akan dibangun bendungan sepanjang 33 km, dalam kurun waktu 3 tahun.
Menko Perekonomian Chairul Tanjung mengatakan, pembangunan NCICD akan melewati tiga tahap. Target penyelesaian keseluruhan akan memakan waktu 16 tahun.
"Ini tahap awal. Masih ada tahapan berikutnya. Kalau konsisten itu baru selesai 2030," ujar pria yang akrab disapa CT ini, usai rapat koordinasi di kantornya, Jakarta, Jumat (3/10/2014).
Proyek ini diperkirakan akan menelan biaya Rp 400 triliun-Rp 500 triliun. Tentunya tidak semua dana berasal dari pemerintah, melainkan juga pihak swasta.
"Untuk keseluruhan NCICD sekitar Rp 400 triliun-Rp 500 triliun," sebutnya.
CT menambahkan, pembangunan NCICD tidak semata-mata hanya persoalan fisik. Tiga provinsi terlibat dalam proyek tersebut, yaitu DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat, sehingga ada persoalan budaya masyarakat yang harus diantisipasi.
Halaman 2 dari 7