Doni, salah satu pengusaha lobster, mengeluhkan sejumlah hal. Pertama adalah kurangnya alat bantu penangkapan.
Ia menuturkan masih banyak nelayan yang sangat tradisional dalam menangkap hasil laut seperti lobster. Padahal bila diberikan peralatan yang lebih modern, maka produksinya bisa lebih tinggi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua, lanjut Doni, adalah pasokan listrik. Doni menyebutkan untuk pengumpul lobster sangat membutuhkan listrik yang memadai. Tidak seperti sekarang, di mana listrik hanya mengalir 12 jam setiap harinya.
"Tapi 12 jam itu juga tidak stabil. Kalau seperti saya (pengumpul) butuh listrik siang malam. Jadi pakai genset saja. Biaya produksi jadi mahal," terang Doni.
Meski demikian, Doni yakin Susi akan punya solusi untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Rekam jejak Susi yang juga seorang pengusaha produk perikanan, termasuk lobster, dinilainya cukup meyakinkan.
"Saya telusuri dan ternyata beliau adalah pebisnis. Bu Susi orang lama di perikanan. Saya yakin, bu Susi bisa mengatasi masalah itu," tegasnya.
Dalam rutinitas usahanya, Doni mengumpulkan lobster dari beberapa nelayan. Ia kemudian mengirimkan lobster kepada konsumen yang berada di Jakarta, Surabaya, dan Bali.
"Pengiriman tergantung permintaan. Tapi biasanya 6-7 box seberat 100 kg seminggu. Nilainya mencapai kisaran Rp 50 juta," tuturnya.
(mkl/hds)