"Yang bertelur tidak boleh. Karena satu ekor itu Rp 100.000 kalau dibiarin jadi 5.000 ekor (telur), kalau yang tidak bertelur harganya hanya Rp 50.000," ungkap Susi saat ditemui di Sekolah Tinggi Perikanan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Selasa (20/01/2015).
Di tempat yang sama, Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Achmad Poernomo menambahkan, meski harganya beda namun secara rasa daging keduanya tak berbeda. Menurutnya yang membedakannya adalah soal telurnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Achmad secara nutrisi, kepiting bertelur memang memiliki jumlah kolesterol lebih banyak dibandingkan kepiting jantan.
Ia menambahkan mahalnya harga kepiting bertelur disebabkan permintaan yang cukup besar. Achmad mengatakan bagi konsumen tertentu ada sensasi yang berbeda bila memakan kepiting bertelur daripada yang jantan.
"Yang membuatnya mahal hanyalah sensasi saja," tukas Achmad.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 1/2015 itu kegiatan tangkap terhadap kepiting, rajungan, lobster masih boleh dilakukan, kecuali yang bertelur. Tujuannya agar tetap menjaga populasi ketiga jenis binatang laut tersebut di alam bebas.
KKP juga mencantumkan ukuran dan berat ketiga spesies yang boleh ditangkap.
- Lobster dengan ukuran panjang karapas di atas 8 cm atau dengan berat 300-400 gram.
- Kepiting dengan ukuran panjang karapas di atas 15 cm atau dengan berat 350-450 gram.
- Rajungan dengan ukuran panjang karapas di atas 10 cm atau dengan berat 55-80 gram.