Masa transisi antara musim paceklik dan panen seperti saat ini menjadi celah bagi para mafia beras untuk memainkan harga. Pasokan yang mulai terbatas dari sentra produksi ke pasar, membuat harga beras rawan dipermainkan atau jadi sarana spekulasi para pedagang.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Pemberdayaan Daerah Tertinggal dan Bulog Natsir Mansyur mengatakan fenomena mafia beras tak bisa dihindari selagi pasokan dan permintaan tak seimbang. Secara alamiah, bila pedagang tahu pasokan berkurang maka mereka akan memainkan harga untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.
"Memberantas mafia beras itu sulit, karena lebih banyak kebutuhan daripada produksi," kata Natsir Mansyur kepada detikFinance, Senin (23/2/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kondisi ini justru diperparah dengan skema Operasi Pasar (OP) oleh Perum Bulog sebelumnya yang hanya mengandalkan para pedagang, misalnya di Pasar Induk Cipinang. Artinya sebagian stok yang di Bulog telah berpindah ke para pedagang. Parahnya lagi, justru terjadi penyimpangan seperti pengoplosan beras oleh oknum pedagang beras seperti kasus di Cakung, Jakarta Timur, sehingga target meredam harga justru tak efektif.
"Selama ini stok beras 3-5 hari di konsumen, harusnya idealnya 15-30 hari. Kalau ini kuat, otomatis spekulasi bisa dikurangi," katanya.
Natsir menyarankan agar stok beras di Bulog maupun konsumen harus ditingkatkan, sehingga tak lagi para pedagang mendominasi menguasai stok beras di dalam negeri. Misalnya untuk meningkatkan stok beras di konsumen bisa melakukan OP beras langsung ke rumah tangga.
"Jadi kalau bicara mafia beras, jika produksinya sedikit dan demand-nya banyak, sehingga cenderung memunculkan spekulasi," katanya.
Seperti diketahui harga beras khususnya di Jakarta sudah naik 30% sejak awal Februari 2015. Hal ini berbarengan dengan kebijakan pemerintah menghentikan pasokan OP beras melalui pedagang khususya di Pasar Induk Cipinang, karena OP beras melalui para pedagang tak efektif.
Kini pasokan rata-rata beras di Cipinang anjlok 50% dari 3.000 ton per hari menjadi 1.500 ton karena faktor suplai yang terbatas dari sentra produksi dan terhentinya pasokan beras OP dari Bulog.
(hen/hds)











































