"Kita gunakan 4 kapal riset untuk survei laut bahkan ada 5. Komposisinya 2 kapal dimiliki oleh KKP, 2 oleh kapal LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) yaitu Baruna Jaya, dan 1 kapal milik South East Asia Fishery Development Center (SEAFDEC)," ungkap Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP) Achmad Poernomo di kantor Balitbang KP, Pasir Putih, Ancol Timur, Jakarta, Kamis (23/04/2015).
Kelima kapal tersebut memiliki daerah operasi yang berbeda-beda, seperti kapal SEAFDEC yang akan beroperasi khusus di Laut Sulawesi termasuk Bitung hingga perbatasan Filipina.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, Kepala Balai Penelitian Perikanan Laut Ali Suman mengatakan dari 5 kapal, baru 3 kapal yang akan beroperasi di tahap awal yaitu kapal KKP Bawal Putih III, kapal milik LIPI Baruna Jaya VII dan kapal SEAFDEC. Kedua kapal lainnya akan menyusul setelah ketiga kapal selesai atau sebagai kapal cadangan.
Khusus kapal Baruna Jaya VII milik LIPI wilayah operasinya mencakup mulai dari Laut Banda (WPP 714), Teluk Tomini (WPP 715), Laut Sulawesi (WPP 716) hingga Samudera Pasifik (WPP 717), lalu Arafura (WPP 718) ke Selatan Jawa (WPP 573) dan Barat Sumatera (WPP 572)
Sedangkan operasional kapal Bawal Putih III mencakup wilayah laut dangkal yaitu Selat Makassar, Laut Jawa, Selat Malaka, Muara Baru dan Laut China. Kapal SEAFDEC khusus di Laut Sulawesi hingga laut perbatasan Fipilina.
"Baruna Jaya VII operasional 150 hari, Bawal Putih III sekitar 100-120 hari. Jadi kapal ini akan berjalan tandem tidak saling menunggu. Yang timur dan barat jalan. Kapal SEAFDEC itu di Laut Sulawesi berbagi dengan kapal Baruna Jaya VII. Sekarang lagi di Bitung," tuturnya.
Anggaran operasional setiap kapal juga cukup besar yaitu mencapai Rp 120 juta. Mahalnya biaya operasional kapal dihitung dari konsumsi solar hingga biaya operasional lainnya.
"Biaya mahal untuk solar, operasional kapal lainnya," jelasnya.
(wij/hen)