Susi bercerita menurut rencana, harusnya kelima kapal tersebut hari ini ditenggelamkan bersamaan dengan 41 kapal lainnya. Namun hakim Pengadilan Perikanan Ambon justru memberikan tuntutan ringan kepada nakhoda dan fishing master kapal.
"Kita minta izin ditenggelamkan ternyata tidak dikabulkan. Harusnya diizinkan untuk ditenggelamkan hari ini," kata Susi saat diskusi di kediaman pribadinya, Jalan Widya Chandra V, Jakarta, Rabu (20/05/2015).
Susi mengaku kecewa atas putusan hakim Pengadilan Perikanan Ambon. Dengan tuntutan denda hanya Rp 100 juta/kapal maka tidak ada efek jera bagi pelaku illegal fishing.
"Pak Kasal (Kepala Staf TNI AL) bilang sudah P21 tetapi akhirnya diputus (tuntutan Rp 100 juta) sehari sebelumnya," tambahnya.
Susi menjelaskan kelima kapal Sino yang masing-masing memiliki identitas 15, 26, 27, 35 dan 36 ditangkap pada 8 Desember 2014 lalu oleh KRI Abdul Halim Perdanakusuma 355. Kapal tersebut ditangkap karena diketahui melakukan penangkapan ikan di laut teritorial serta menggunakan alat tangkap yang tidak sesuai dengan SIPI.
Sementara itu bila dilihat, SIPI Sino 15, 26 dan 27 telah dicabut sejak tanggal 30 Oktober 2014. Sesuai Undang-undang Perikanan pasal 93 (1) ancaman pidana paling lama 6 tahun dan denda Rp 2 miliar.
Sedangkan Sino 35 dan 36 terindentifikasi menggunakan mata jaring ganda (pukat) yang tidak sesuai SIPI. Sesuai Undang-undang Perikanan pasal 85 ancaman pidana paling lama 5 tahun dan denda Rp 2 miliar.
"Akan tetapi putusan Pengadilan Perikanan Ambon hanya memberikan pelanggaran pada pasal 100 jo pasal 7 (2a) dengan denda Rp 100 juta atau subsider 4 bulan penjara," kata Susi yang ditemani Ketua Tim Satgas Anti Illegal Fishing Mas Achmad Sentosa.
(Wiji Nurhayat/Zulfi Suhendra)