Sebelumnya Menteri Perdagangan (Mendag) Rachmat Gobel menuding pihak feedloter sengaja menahan pasokan sehingga harga daging sapi naik. Sedangkan feedloter beralasan mengendalikan pasokan ke rumah potong hewan (RPH) karena pasokan sapi bakalan menipis hanya 140.000 ekor hanya sampai Oktober.
"Makanya solusinya pelaku usaha duduk bersama dengan pemerintah jangan hanya menyalahkan," kata Direktur Eksekutif Apfindo Joni Liano kepada detikFinance, Senin (10/8/2015)
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Harga bobot sapi hidup di Australia sekitar US$ 3/kg (Rp 39.000/kg)," kata Joni.
Ia mengatakan, dari proses penggemukan selama 3 bulan, feedloter kemudian menjual ke RPH. Harga daging bobot hidup di RPH mencapai rata-rata Rp 42.000-44.000/kg. Ketika sudah menjadi karkas atau potongan besar daging dan tulang maka harganya Rp 88.000/kg.
Namun menurutnya, harga daging setelah dijual ke pedagang justru tak bisa dikontrol lagi oleh feedloter. Menurut Joni, hal ini yang harus dikendalikan oleh pemerintah agar pedagang tak memainkan harga.
"Pedagang yang bikin rantai panjang. Saat ini harga daging sapi nggak normal Rp 130.000, normal harusnya Rp 110.000/kg. Kita nggak bisa mengontrol," katanya.
Joni mengatakan, saat ini pasokan sapi ke RPH memang turun drastis pasca pemangkasan impor sapi triwulan III-2015 hanya 50.000 ekor dari sebelumnya 200.000 ekor.
Saat ini, dari kebutuhan normal per bulan daging sapi 60.000 ekor sapi impor untuk Jabodetabek, Banten, dan Jawa Barat. Namun yang disalurkan feedloter ke RPH hanya 38.000 ekor per bulan agar bisa cukup sampai akhir tahun karena stok hanya 140.000 ekor ditambah alokasi baru 50.000 ekor.
"Artinya ada kekurangan per bulan 22.000 ekor sapi bakalan," katanya.
Joni mengatakan berdasarkan data tahun lalu, realisasi impor sapi bakalan mencapai 750.000 ekor. Angka ini memang hanya 20% dari hitungan di atas kertas kebutuhan sapi hidup di Indonesia yang per tahun mencapai 3,65 juta ekor.
(hen/rrd)











































