Jawa Barat khususnya Bandung, Banten dan DKI Jakarta menjadi pasar utama sapi impor yang kebutuhannya 90% dari impor. Di kawasan ini Rumah Potong Hewan (RPH) umumnya sudah banyak menerapkan animal welfare karena biasa menerima sapi impor.
"Selama ini sapi lokal adanya di daerah dan tidak menguntungkan dibawa ke Jakarta. Sebetulnya ada peluang bisa menembus Jabodetabek jika masuk dalam bentuk daging beku menyerupai daging impor," kata Staf Ahli Mentan Bidang Investasi Pertanian, Syukur Irwantoro kepada detikFinance, Selasa (11/8/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"RPH yang besar-besar di Jabodetabek menerapkan hanya memasukkan pasokan sapi yang memenuhi animal welfare," ujar Syukur.
RPH pun menerapkan prinsip animal welfare atau kesejahteraan ternak sehingga membuat pasokan sapi lokal tidak terserap. "Dilihat dari aspek budidaya, ternak lokal menjadi peliharaan keluarga rumah tangga ternak yang belum tentu memiliki kandang yang memadai. Selain itu, selama proses pengiriman, sapi patah tulang hingga bobot susut sudah merupakan pelanggaran terhadap animal welfare," jelasnya.
Tercatat populasi ternak nasional dalam buku statistik ternak Kementerian Pertanian tahun 2013 sebesar 12,329 juta ekor sapi indukan, sapi bakalan dan sapi potong.
"Sapi lokal memang sulit didatangkan ke Jabodetabek. Datangkan dari NTB dan NTT itu susah. Dari pelabuhan asal harus transit di Surabaya, lalu menempuh jalan darat berhari-hari di atas truk. Risikonya sapi kurang pakan, bobot susut hingga patah tulang," terangnya.
Syukur menjelaskan pasar bagi sapi potong lokal NTT dan NTB adalah Kalimantan. "Kirim ke Kalimantan lebih ekonomis, bisa langsung sampai dari pelabuhan asal ke pelabuhan tujuan," tambahnya.
(ang/ang)











































