Berasal dari informasi dari berbagai sumber, yang dikutip detikFinance, Selasa (1/9/2015), terdapat skema pembiayaan yang ditawarkan Jepang dan China. Tawaran China cenderung tak melibatkan anggaran APBN secara langsung, sedangkan dalam skema yang ditawarkan Jepang, ada peluang masuknya pembiayaan yang berasal dari pemerintah atau APBN.
Dalam tawaran Jepang, pembiayaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung sepanjang 140 km berasal dari tiga sumber, yaitu anggaran pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan swasta atau business entity (SPV).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jepang punya 4 skenario pembiayaan yang seluruhnya melibatkan dana pemerintah, BUMN, swasta. Pada skenario pertama, pemerintah berperan dalam pembiayaan hingga 16% yang berasal dari pinjaman dan modal. Lalu BUMN mengambil peran pembiayaan hingga 74% mencakup modal dan pinjaman. Sementara itu peranan dari swasta mencapai 10% yang terdiri dari modal dan pinjaman.
Pada skenario kedua, peranan pemerintah tetap 16%, lalu BUMN 70%, swasta 14%. Skenario ketiga peranan pemerintah tetap 16%, BUMN 60%, dan swasta 24%. Skenario terakhir peranan pemerintah 6% terhadap pembiayaan, BUMN tak ada, dan 94% ditanggung swasta.
Selain itu, proses pengerjaan proyek kereta cepat ada 3 tahap:
Pertama, fase persiapan yang mencakup pembebasan lahan, pembiayaan awal, dan kelembagaan yang dikerjakan oleh pemerintah.
Kedua, fase konstruksi mencakup konstruksi, instalasi, pengadaan kereta, pra pengoperasian dikerjakan oleh BUMN atau swasta.
Ketiga, operasi mencakup pengoperasian dan perawatan mencakup BUMN atau swasta.
(hen/dnl)