Pengembangan kereta cepat di China untuk kecepatan maksimum 250 km/jam atau 350 km/jam telah dikembangkan sejak 2005. Berdasarkan data, dari 12 proyek kereta cepat, rentang biaya per kilometer (km) kereta berkecepatan 250 km/jam adalah 6,03 juta euro hingga 18,10 juta euro, artinya secara rata-rata mencapai 8,84 juta euro, atau Rp 141,4 miliar.
Sementara itu, untuk kereta cepat berkecepatan 350 km/jam dari 10 proyek, nilainya bervariasi dalam rentang 12,07 juta euro/km hingga 27,57 juta euro/km, atau rata-rata 16,50 juta euro atau sekitar Rp 264 miliar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Biaya membangun jaringan kereta cepat dengan kecepatan 350 km/jam lebih tinggi 90% daripada dengan kereta cepat 250 km/jam. Alasannya, karena kareta dengan kecepatan 350 km/jam harus berjalan di jalur layang (elevated), dan biasanya menggunakan papan rel khusus ballastless, juga kondisi tanah di China yang umumnya lembek.
Komposisi biaya pembangunan kereta cepat di China mencakup infrastruktur, superstruktur, tanah, yang masing-masing porsinya 60% dan 20%, lalu biaya untuk pembangunan jembatan dan terowongan mencapai 45% dari total biaya. Biaya ini di atas dari biaya di Eropa, yang biasanya 10% dan 25% dari total biaya infrastruktur kereta cepat.
Secara umum, biaya konstruksi kereta cepat di China bervariasi antara 8 juta euro hingga 30 juta euro/km, tergantung standar teknik yang dipakai. Sedangkan biaya standar di Eropa rentangnya 12 juta euro/km hingga 40 juta euro/km
Tingginya biaya ini berdampak pada capaian kinerja keuangan sebuah kereta cepat, berdasarkan sisi kinerja keuangan menunjukan, hanya jalur kereta Tokaido Shinkansen (Tokyo-Osaka) dan kereta cepat TGV Paris-Lyon yang kuangannya menguntungkan di seluruh dunia.
Di China, biaya pembangunan kereta cepat dari pemerintah secara terbatas, sebanyak 50-60% pembiayaan kereta cepat berasal dari pasar keuangan (kredit ayau surat berharga). Oleh karena itu, butuh volume penumpang yang sangat besar untuk mendukung mahalnya pembiayaan kereta cepat.
Sebagai contoh, jalur kereta cepat Beijing-Tianjin sejak 2009 hingga 2012 mencatatkan kerugian rata-rata 600-700 juta yuan per tahun. Rata-rata tarif kereta ini 0,49 yuan/km. Indikasi keuangan yang rugi di jalur kereta Beijing-Tianjin terutama berasal dari sangat tingginya investasi modal yang mencapai 20,51 juta euro/km. Selain itu, lalu lintas penumpang rata-rata tumbuh rendah, yaitu 3,05%. Sehingga perlu peningkatan penumpang yang lebih tinggi.
Kondisi ini juga sama terjadi untuk kereta cepat rute Wuhan-Guangzhou, yang pada 2010 tercatat rugi 3,255 miliar yuan, karena total biaya yang dikeluarkan mencapai 8,255 miliar yuan, sedangkan penjualan tiket hanya 5 miliar yuan.
Kerugian jalur kereta cepat Wuhan-Guangzhou karena tingginya investasi, yaitu 15,69 juta euro/km, dan rendahnya kepadatan penumpang. Meski data menunjukan kepadatan penumpang naik 44,34%
Nasib berbeda untuk rute kereta cepat Jian-Qingdao yang kinerja keuangannya positif. Karena investasinya relatif rendah, yaitu hanya 6,27 juta euro/km, dengan standar kereta 250 km/jam. Berbeda dengan rute Beijing-Tianjin, rute Wuhan-Guangzhou standar kecepatannya 350 km/jam.
Jalur Qingdao-Jian mampu mencatatkan keuntungan 3,92 juta yuan pada 2010, kemudian naik pada 2012 mencapai 333,42 juta yuan. Penyebabnya karena selain biaya investasi rendah, volume rute kereta ini cukup tinggi hingga 28,03 juta penumpang per tahun, dengan pertumbuhan penumpang 14,29%.
Berdasarkan estimasi, agar jalur kereta cepat di China dengan kecepatan 350 km/jam bisa balik modal, diperlukan kepadatan penumpang 40-50 juta penumpang per tahun. Sedangkan untuk kereta cepat dengan kecepatan 250 km/jam harus mencapai 25-30 juta penumpang per tahun, bila jalur kereta cepat hanya kurang dari 10 juta orang per tahun maka sulit balik modal.
(hen/dnl)