Susi, Menteri Paling Keras Protes Impor Garam

Susi, Menteri Paling Keras Protes Impor Garam

Wahyu Daniel - detikFinance
Selasa, 22 Sep 2015 08:02 WIB
Jakarta - Soal impor garam, Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti jadi menteri yang paling keras menentang. "Saya ingin menjadikan negara dengan 17 ribu pulau dan 30 ribu petani garamnya ini swasembada garam," kata Susi beberapa waktu lalu.

Dalam APBN-P 2015, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menganggarkan Rp 258 miliar untuk memberdayakan petani dan meningkatkan kualitas garam petani. Kementerian BUMN juga menyuntik PMN Rp 300 miliar untuk PT Garam melalui dana Penyertaan Modal Negara (PMN). Menurut Susi, anggaran nyaris Rp 600 miliar itu terbuang sia-sia akibat impor garam yang tidak terkendali.

Dia pernah mengungkap soal menggiurkannya bisnis impor garam industri. Bila rata-rata impor garam industri mencapai 2 juta ton/tahun, maka keuntungannya Rp 2 triliun (@Rp 1.000/Kg)

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Keuntungan yang didapat importir bisa lebih dari 2 kali lipat. Garam garam dari Australia hanya Rp 500/kg, tapi bisa dijual sampai Rp 1.500/kg di dalam negeri.

Dengan keuntungan Rp 1.000/kg, total keuntungan para importir setiap tahun mencapai sekitar Rp 2 triliun. Padahal ada 30.000 keluarga petani di Indonesia yang menggantung hidupnya dari usaha tambak garam rakyat. Adanya garam impor, membuat harga garam lokal kualitas 1 (K1) yang seharusnya Rp 750/kg, K2 sebesar Rp 550/kg, dan K3 Rp 400/kg, semuanya jatuh menjadi hanya Rp 300-375/kg.

"Kalau impor 2 juta ton, untungnya Rp 2 triliun. Sangat menggiurkan," ungkap Susi.

Saking kesalnya dengan kebijakan impor garam, Susi pernah menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi), untuk membicarakan masalah tata niaga garam di Indonesia. Ada 3 permintaan Susi ke Jokowi.

Pertama, Susi mengusulkan agar kuota impor garam ditentukan bersama-sama berdasarkan hasil riset dari Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), dan KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan). Susi meminta kementeriannya dilibatkan dalam penentuan impor garam agar dapat melindungi para petambak garam lokal.

Kedua, dia mendesak agar Kemendag menegakkan regulasi yang melarang impor garam sebulan sebelum dan 2 bulan sesudah panen garam lokal. Demikian juga dengan regulasi dari Kemendag terkait kewajiban serap garam lokal oleh importir, harus benar-benar dijalankan.

Ketiga, Susi meminta peredaran garam impor benar-benar diawasi mulai dari gudang hingga pembeli untuk memastikan garam tersebut benar-benar digunakan untuk industri yang membutuhkan, bukan dijual untuk konsumsi rumah tangga.

Dalam deregulasi di Paket Kebijakan Ekonomi Pemerintah Jokowi awal bulan ini, pemerintah menderegulasi aturan garam impor.

"Soal garam impor untuk industri, tak ada lagi rekomendasi dari Kementerian Perindustrian. Hal ini juga berlaku untuk rekomendasi impor lain, seperti pangan dari Kementerian Pertanian. Tujuannya, agar arus barang bisa lebih lancar," Ketua Tim Deregulasi Perdagangan, Arlinda.

Rekomendasi impor garam selama ini mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan No. 58 Tahun 2012 tentang Ketentuan Impor Garam, yang mengharuskan importir harus mendapat rekomendasi dari Kemenperin, sebelum mendapatkan izin impor dari kementerian perdagangan (kemendag).

Arlinda menyebutkan, Permendag tersebut akan digantikan dengan regulasi yang baru dengan penyederhanaan birokrasi seperti penghapusan Importir Produsen (IP), status Importir Terdaftar (IT), dan hanya menggunakan Angka Pengenal Importir Produsen (APIP).

Selain itu, meski tak lagi harus mengantongi rekomendasi dari Kemenperin, penetapan kouta impor garam harus ditetapkan dalam rapat koordinasi terbatas (rakortas) bidang ekonomi, dengan menambahkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang sebelumnya tak pernah dilibatkan dalam impor garam industri.

Selama ini, rekomendasi impor barang berada di 20 kementerian dan lembaga. Salah satunya izin impor garam industri yang harus melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

(dnl/hen)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads