Sektor ekonomi unggulan baru diperlukan karena komoditas yang selama ini menjadi andalan pendapatan Indonesia harganya sudah jatuh. Era 'booming' komoditas ketika harga minyak sawit, karet, batu bara, dan mineral melambung tinggi sudah berakhir.
"Yang kita hadapi sekarang adalah akhir sebuah era, yaitu akhir booming komoditas. Ekonomi Indonesia memang mengalami dampak ekonomi yang besar pada periode itu, misalnya pertumbuhan sampai 6,5 persen pada 2011," papar Bambang dalam Diskusi Pakar di Wisma Mandiri, Jakarta, Jumat (16/10/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perbaikan yang kita lakukan saat itu adalah deregulasi di sektor riil. Kita mengalihkan ekonomi yang bergantung pada pendapatan migas ke sektor riil," ujarnya.
Langkah deregulasi itu membuat Indonesia berhasil menemukan sumber perekonomian baru, yaitu industri manufaktur padat karya, yang kemudian hancur akibat krisis pada 1998. Deregulasi kini kembali dilakukan pemerintahan Jokowi untuk menghidupkan industri pengolahan berbasis sumber daya alam dan pembangunan infrastruktur.
Menurut Bambang, sektor industri pengolahan berbasis sumber daya alam dan sektor infrastruktur bakal menjadi sumber pertumbuhan ekonomi ke depan. Ekspor sumber daya alam dalam bentuk mentah sudah harus ditinggalkan.
"Kita jangan berharap harga CPO dan batu bara naik lagi. Harus ada landasan ekonomi lain, yaitu industri yang bernilai tambah, ekspor CPO diganti ekspor biodiesel, ekspor bauksit diganti ekspor aluminium. Karena kita perlu mendorong investasi di manufaktur dan infrastruktur, ya kita perlu deregulasi," dia menjelaskan.
Selain itu, pemerintah juga tengah berupaya membangun industri kreatif menjadi salah satu penopang ekonomi Indonesia. Sektor-sektor inilah yang bakal menjadi tumpuan masa depan ekonomi Indonesia menggantikan ekonomi komoditas.โ "Kita juga sedang mengembangkan industri kreatif. Tapi kita masih mencari kreatifnya Indonesia. Di situ kami melihat masa depan Indonesia," pungkasnya.
(rrd/rrd)