Tarif Naik Tapi Tol Tetap Macet, Ini Kata Operator Tol

Tarif Naik Tapi Tol Tetap Macet, Ini Kata Operator Tol

Suhendra - detikFinance
Senin, 02 Nov 2015 13:26 WIB
Tarif Naik Tapi Tol Tetap Macet, Ini Kata Operator Tol
Jakarta - Para operator tol atau Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) sangat sadar soal keluhan pengguna jasa tol tentang kemacetan yang tetap terjadi meski ada kenaikan tarif 2 tahun sekali. Mereka menegaskan tak mau disalahkan soal kemacetan yang terjadi di jalan bebas hambatan tersebut.

Ketua Asosiasi Tol Indonesia (ATI) Fatchur Rochman mengatakan fenomena tol macet di Indonesia hanya terjadi di kota-kota tertentu saja terutama karena volume kendaraan yang sudah sangat tinggi atau melebihi kapasitas tol. Ia mencontohkan di wilayah Jakarta, kemacetan tol terjadi karena kapasitas jalan non tol dan tol yang tak mampu menampung jumlah kendaraan yang melintas.

"Macet itu disebabkan oleh siapa? Oleh kita BUJT? Oleh pengguna? Jaringan jalan? Kalau jaringan jalan itu di luar kemampuan investor," tanya Fatchur kepada detikFinance, Senin (2/11/2015)

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia mencontohkan kemacetan jalan tol yang terjadi saat ini di luar dari kewenangan operator tol. Fatchur mencontohkan kapasitas jalan non tol di Jakarta merupakan kewenangan pemerintah. Di sisi lain, ada juga kontribusi pengguna tol yaitu belum memaksimalkan penggunaan e-toll atau pintu GTO yang disediakan operator.

"Macet ini sebenarnya disebabkan oleh siapa? tol Cirebon, tol Bali nggak macet, jadi bukan investor yang membuat macet," katanya.

Fatchur menegaskan keberadaan jalan tol secara prinsip tidak untuk menyelesaikan masalah kemacetan. Keberadaan jalan tol justru menambahkan jaringan jalan yang ada.

"Di Jakarta, tol dan non tol kapasitasnya sudah terlampaui dari kendaran yang ada, jadi kemacetan disebabkan oleh jaringan jalan yang kurang. Semakin ke sana akan semakin macet, kalau DKI tak melakukan terobos. Yang bisa menyelesaikan (kemacetan) itu MRT," katanya.

Ia mengakui dalam ketentuan pemerintah, masalah kecepatan rata-rata (parameter macet) menjadi bagian yang masuk dalam Standar Pelayanan Minimum (SPM). Namun di dalam praktik di lapangan, ketentuan ini tak bisa diterapkan mutlak. Alasannya kecepatan ini sangat tergantung dengan volume kendaraan yang masuk di sebuah tol.

Seperti diketahui dasar mengenai kenaikan tarif tol selama ini mengacu pada UU No.38 Tahun 2004 mengenai Jalan, yaitu pasal 48 tentang tarif tol dan penyesuaiannya.

Selain itu ada Peraturan Pemerintah No.15 Tahun 2005 mengenai jalan tol, dimana pasal 68 mengatur soal penyesuaian tarif (melakukan evaluasi dan penyesuaian tarif 2 tahun sekali yang disesuaikan dengan inflasi).

Khusus mengenai Standar Pelayanan Minimal (SPM) jalan tol yang menentukan kenaikan tarif tol, diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.392/PRT/M/2005 tentang SPM jalan tol.

Beberapa syarat pemenuhan standar SPM jalan tol di antaranya, Pertama kondisi jalan tol seperti kekesatan jalan, ketidakrataan jalan, tidak ada lubang. Kedua, kecepatan tempuh rata-rata yaitu dalam kota 1,6 kali kecepatan jalan non tol, luar kota 1,8 kali kecepatan jalan non tol.

Ketiga aksesbilitas meliputi kecepatan transaksi rata-rata, jumlah gardu tol. Keempat mobilitas kecepatan penanganan hambatan lalu lintas dan keselamatan meliputi wilayah pengamatan patroli, jeda waktu informasi menerima laporan dan sampai kelokasi, penanganan kendaraan mogok, patroli kendaraan derek dan lain-lain.

(hen/wdl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads