"Ada angkutan atau nggak. Seperti busway, ada penumpang atau nggak, dia jalan," kata Jonan saat peluncuran 3 kapal 'Tol Laut' di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (4/11/2015).
Operator kapal tidak akan merugi meski berlayar tidak dalam posisi muatan penuh, karena Pelni telah menerima subsidi atau Public Service Obligation (PSO) untuk menutup biaya operasional bila kapal sepi barang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Studi kami di daerah, pedagang di sana nggak tahu kapal datang atau pergi. Akibatnya, harga ditentukan oleh tinggi gelombang, ada kapal datang atau nggak. Ada 2 minggu datang 4 kapal, 2 minggu kemudian nggak ada kapal datang," ujarnya.
Pasca peluncuran angkutan kapal berjadwal ini, Jonan optimis disparitas harga antara wilayah Indonesia bagian barat dan timur bisa setara.
"Harga barga barang di Indonesia bagian timur nanti nggak jauh beda dengan daerah produksi (Indonesia bagian barat)," sebutnya.
Tahun 2015, Kemenhub mengalokasikan dana Rp 257 miliar untuk subsidi operasional kapal 'Tol Laut'. Namun, dana subsidi yang bisa tersalurkan hingga penghujung tahun 2015 senilai Rp 30 miliar, karena keterbatasan waktu tinggal 2 bulan dan keterbatasan ketersediaan armada milik Pelni.
Setiap akhir tahun, Kemenhub akan melakukan evaluasi terhadap tingkat kepuasan konsumen pengguna jasa kapal tol laut.
"Kami akan survei kalau berjalan 1 tahun. Kami akan nilai customer satisfaction, jalan atau nggak. Tolong Pelni karena dapat penujukan, mudah-mudahan penugasan bisa dijalankan," tuturnya.
Bila rute tol laut sudah mulai dilalui oleh kapal niaga komersial swasta secara berjadwal, Kemenhub akan memindahkan trayek subsidi ke trayek lain yang masih belum terlayani angkutan kapal terjadwal.
"Rute melayani daerah yang nggak ada kapal swasta atau kapal swasta terjadwal. Kalau kapal swasta sudah bisa berlayar terjadwal, maka kapal akan diarahkan ke daerah lain," tutup Jonan.
(feb/rrd)