Data hingga November 2015, masyarakat Indonesia masih memilih antre di bank atau memakai fasilitas mesin ATM daripada menggunakan produk dan layanan digital banking seperti mobile banking atau internet banking.
Dari total nasabah di Indonesia, porsi penggunaan digital banking baru 12%, sisanya mayoritas sebaliknya. BCG menyebut penetrasi digital banking di Indonesia masih belum maksimal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meskipun penetrasi smartphone dan tablet di Indonesia sangat tinggi, tidak serta merta berdampak terhadap penggunaan digital banking tinggi. Konsultan asal Amerika Serikat (AS) ini menyebut rasa aman dan nyaman para nasabah menggunakan layanan atau produk digital banking menjadi salah satu penghambat. Selain itu, konsumen perbankan masih membutuhkan bukti transaksi layaknya transaksi pada kantor cabang atau mesin ATM.
"Dasarnya mereka siap pakai digital banking cuma mereka kurang merasa aman dan nyaman menggunakan digital banking," jelasnya.
BCG mencatat konsumen perbankan Indonesia lebih suka bertatap muka dengan petugas bank. Jiwa interaksi sosial konsumen Indonesia masih tinggi.
"Kita sudah Well digital, well social media seperti tingginya penetrasi social media cuma belum sampai ke transaksi," katanya.
BCG memberi saran kepada perbankan dan regulator untuk memberi insentif bagi nasabah agar memakai layanan digital banking. Sosilisasi tentang manfaat jasa digital banking seperti tidak perlu antre hingga tak perlu keluar uang transportasi ke bank juga perlu dilakukan lebih gencar.
"Government harus kasih Insentif," katanya.
(feb/hen)











































