Untuk menyimpan sapi-sapi ini, Bulog menggandeng PT Berdikari, BUMN yang bergerak di bidang peternakan. Dari Pelabuhan Tanjung Priok, sapi dibawa ke kandang milik PT Berdikari di Cibitung, Bekasi.
"Kita kerjasamakan dengan PT Berdikari, Bulog kan tidak ahli dalam mengelola sapi. Bisa pakai fasilitas tanah yang di Cibitung, yang ada feedloter punya Berdikari dan RPH-nya," kata Direktur Utama Perum Bulog, Djarot Kusumayakti, saat ditemui detikFinance di Pelabuhan Tanjung Priok, Jumat (11/12/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Semua ditaruh di sana, dipulihkan saja lalu langsung transaksi jual beli," ujarnya.
Setelah dikandangkan, sebagian sapi akan dijual sebagai sapi bakalan untuk digemukan lagi oleh feedloter (sentra penggemukan sapi) dan sebagian lagi langsung dipotong dan dijual dagingnya. Pemotongan sapi akan menggunakan Rumah Pemotongan Hewan (RPH) milik PT Berdikari.
Tidak tertutup kemungkinan juga sapi dipotong di RPH milik swasta. Namun Bulog menyatakan ingin bekerjasama dengan RPH berskala kecil saja, bukan RPH besar.
"Kalau ada pengusaha lain (selain Berdikari) yang mau ngambil jasa pemotongan, kita jual juga ke mereka, tapi swasta yang kecil-kecil," ucap Djarot.
Setelah dipotong di RPH, sebagian daging sapi dari NTT akan dijual Bulog secara langsung kepada masyarakat dan ada sebagian lagi yang dijual lewat mitra-mitranya.
"Ada yang langsung, ada yang lewat PD Dharma Jaya, ada yang lewat Pasar Jaya," dia menuturkan.
Selain itu, Bulog juga menggandeng BUMD peternakan milik Pemda DKI Jakarta, yaitu PD Dharma Jaya. PD Dharma Jaya akan membeli sapi-sapi tersebut untuk dipotong di RPH miliknya dan dijual melalui pasarnya.
"Kita kerjasama dengan PD Dharma Jaya juga. Dia membeli (sapi dari Bulog), kan dia punya RPH juga, juga punya pasar," katanya.
Di tingkat konsumen, Djarot memastikan bahwa harga daging sapi NTT ini tidak akan bisa dijual dengan harga Rp 75.000/kg. Dia menjelaskan, ketika kapal ternak tiba di Jakarta harga sapi Rp 35.000/kg bobot hidup, ditambah biaya penurunan dan pengangkutan ke kandang Rp 1.000/kg, maka menjadi Rp 36.000/kg bobot hidup.
Tanpa adanya margin untuk Perum Bulog dan PT Berdikari saja, ketika sapi dipotong menjadi daging karkas saja sudah sekitar Rp 72.000/kg. Tentu harus ada tambahan untuk biaya kandang PT Berdikari, biaya pemotongan di RPH, margin untuk PD Dharma Jaya dan pedagang yang menjual di pasar, serta tentunya margin untuk Perum Bulog.
Meski demikian, Djarot memperhitungkan bahwa daging sapi NTT yang dibawa kapal ternak ini masih bisa dijual dengan harga di bawah Rp 100.000/kg, di bawah harga pasaran daging sapi saat ini.
"Intinya ini mencoba menurunkan harga daging sapi di Jakarta. Kita utamanya tidak cari untung, tapi nggak boleh rugi, harus ada untung kecil. Tapi totalnya rata-rata nggak sampai Rp 100.000/kg, masih di kisaran Rp 80.000- Rp 90.000/kg," tutupnya.
(hns/hns)











































