Kementan Ajak Peternak Kecil 'Bisnis Sapi Berjamaah'

Kementan Ajak Peternak Kecil 'Bisnis Sapi Berjamaah'

Michael Agustinus - detikFinance
Rabu, 17 Feb 2016 12:10 WIB
Foto: Istimewa/setpres
Bandar Lampung - Sebanyak 97% dari populasi sapi di seluruh Indonesia yang berjumlah sekitar 14 juta ekor, dikuasai oleh peternak kecil yang hanya memiliki 2-3 ekor sapi. Sementara 93% dari kurang lebih 6 juta peternak di Indonesia adalah peternak kecil, hanya 7% saja yang bisa digolongkan sebagai industri peternakan.

Para peternak kecil kurang mahir berbisnis, kemampuan modalnya terbatas, cara pengelolaannya juga kurang baik. Maka perlu bantuan dari pemerintah untuk memberdayakan mereka.

"Jadi 93% peternak Indonesia itu peternak rakyat, hanya punya 2-3 ekor sapi. Pemerintah perlu hadir untuk mereka," kata Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Muladno, dalam Munas Gabungan Asosiasi Pengusaha Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo) di Hotel 7th, Bandar Lampung, Rabu (17/2/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Muladno mengungkapkan, pihaknya telah menyiapkan program untuk memberdayakan para peternak kecil, yaitu Sentra Peternakan Rakyat (SPR). SPR ini akan mengonsolidasikan para peternak kecil dalam sebuah sentra, alias 'bisnis sapi berjamaah'.

"Apa yang harus kita lakukan? Selama ini mereka beternak, bekerja sendiri-sendiri. Mereka nggak bisa berbisnis. Saya ingin mengajak peternak kecil-kecil itu bisnis berjamaah supaya seimbang dengan pengusaha-pengusaha feedloter besar, semuanya di SPR," ujarnya.

Dalam program SPR ini, 500 peternak rakyat dan 9 orang tokoh peternak diorganisir di dalam sentra, didampingi ahli-ahli peternakan dari perguruan tinggi. Litbang Kementan, dan 1 dokter hewan. Pengelolaan SPR akan dipimpin 1 orang manager. Dalam 1 SPR minimal ada 1.000 ekor sapi indukan.

Pendampingan dari para tokoh, akademisi, dokter hewan, dan manager ini akan meningkatkan kemampuan pengelolaan para peternak dan membuat usaha peternakan berorientasi bisnis.

"Ada 3 prinsip dalam bisnis berjamaah, semuanya di SPR. Pertama, konsolidasi dan pengorganisasian peternak. Kedua, penguatan kapasitas dan transfer tekno. Ketiga, jejaring kerja sama. Harus ada unsur pemerintah, peternak, dan akademisi. Ini akan kita copy di seluruh Indonesia. Pengusaha juga harus gabung," cetus Muladno.

Menurut perhitungannya, dengan asumsi tingkat kelahiran sapi 90%, maka setiap SPR akan menghasilkan 450 ekor sapi indukan, 1.103 sapi siap potong, dan 653 sapi pedet jantan. Bila ada 1.000 SPR di seluruh Indonesia, maka ada tambahan 450.000 ekor sapi indukan dalam 5 tahun. "Kalau 1.000 SPR, ada tambahan 450 ribu indukan dalam 5 tahun. Tahun depan mudah-mudahan sudah ada ratusan SPR," tuturnya.

Kementan menargetkan pembentukan 1.000 SPR dalam 5 tahun ke depan. Setiap SPR membutuhkan dana Rp 1 miliar, maka butuh dana Rp 5 triliun dari APBN untuk pengelolaan SPR selama 5 tahun. Meski butuh dana besar, menurut Muladno, penghematan yang dapat diperoleh dari SPR lebih besar lagi. Peningkatan populasi sapi dari SPR bisa menghemat dana Rp 13,9 triliun karena impor sapi berkurang. "1.000 SPR selama 5 tahun perlu dana APBN 5 triliun. Ini menghemat impor indukan Rp 9,9 triliun dan sapi bakalan Rp 4 triliun, total Rp 13,9 triliun," ucapnya.

Selain itu, manfaat lain yang diperoleh dari SPR adalah peningkatan populasi sapi lokal, peningkatan kesejahteraan peternak kecil, penciptaan lapangan kerja di daerah pedesaan,juga membuat populasi sapi lebih terpantau, perhitungan populasi sapi pun bisa lebih akurat.

"Populasi indukan bertambah, ekonomi tumbuh dari pinggiran, deurbanisasi, dan terjadi revolusi mental (karena peternak rakyat menjadi bisa berbisnis). Kita akan tahu persis populasi sapi kita, akurasinya dijamin 1.000%. BPS nggak perlu repot-repot menghitung lagi," Muladno menerangkan.

Dalam pelaksanaannya, SPR memang sulit diimplementasikan di lapangan. Tetapi program ini patut dicoba untuk memberdayakan peternak-peternak kecil, supaya peternak kecil bisa 'naik kelas'. "Ini memang tidak gampang, tapi ini salah satu cara untuk mengubah cara berpikir peternak-peternak kecil kita," tutupnya.

Sebagai informasi, data pemerintah menyebutkan, total kebutuhan daging sapi di Indonesia tahun 2016 adalah 674.690 ton. Pasokan dari dalam negeri hanya 2,5 juta ekor per tahun atau 441.761 ton. Kekurangan 232.929 ton atau setara dengan 600.000 ekor sapi hidup dan daging sapi 112.953 ton harus dipenuhi dari impor.

Untuk mewujudkan swasembada, diperlukan upaya peningkatan produksi dan produktivitas, salah satu caranya dengan melibatkan seluruh pihak terkait melalui pengembangan SPR. (wdl/wdl)

Hide Ads