Hasil dari program swasembada daging sapi pun dipertanyakan. Sebab, dana yang dihabiskan untuk mengejar swasembada daging sapi tak sedikit, kurang lebih sudah menghabiskan uang Rp 18 triliun sejak 2005.
"Carut marut daging sapi saat ini disebabkan oleh kegagalan program swasembada, ke mana itu Rp 18 triliun dari 2005? Itu (program swasembada) kan sudah mulai dari zaman Pak Anton (Apriantono) dan gagal. Dilanjutkan lagi oleh Suswono, gagal lagi. Pemerintahan sekarang masih mencoba," kata Ketua Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI), Teguh Boediana, kepada detikFinance di Bandar Lampung, Rabu (17/2/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masalah menjadi semakin rumit, karena pemerintah kerap mengambil jalan pintas untuk mencapai swasembada daging sapi, misalnya dengan penutupan impor secara mendadak, seperti yang dilakukan Kementerian Pertanian (Kementan) pada kuartal III-2015 lalu. Akibatnya pasokan daging sapi terganggu, harga meroket dan sulit dikendalikan. "Zaman ini kayaknya mau menutup kegagalan, kebijakannya tambah kacau. Jangan mengambil jalan pintas," tandasnya.
Bukti kegagalan program swasembada daging sapi ini adalah merosotnya populasi sapi di dalam negeri. Diperkirakan populasi sapi menurun hingga 2,5 juta ekor pada kurun waktu 2011-2013 akibat 'jalan pintas' yang diambil pemerintah. "Hasil sensus menunjukkan populasi sapi turun 2,5 juta ekor pada 2013 menjadi 12,5 juta ekor. Kita makin jauh dari swasembada," tutup Teguh. (wdl/wdl)