Pemerintah Mau Impor Sapi dari India, Peternak Keberatan

Pemerintah Mau Impor Sapi dari India, Peternak Keberatan

Michael Agustinus - detikFinance
Rabu, 17 Feb 2016 15:01 WIB
Foto: Michael Agustinus
Bandar Lampung - Kenaikan harga daging sapi hingga Rp 130.000/kg pada awal 2016 ini segera disikapi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan mengubah aturan impor ternak maupun produk hewan, yang tak lagi memakai basis negara (country base), melainkan zonasi (zona base). Kebijakan ini merupakan salah satu isi dari Paket Ekonomi Jilid IX yang diumumkan 27 Januari 2016 lalu.

Kebijakan ini dibuat untuk memperluas sumber pasokan sapi, agar Indonesia tak hanya tergantung pada Australia dan Selandia Baru. Salah satu negara yang dijajaki untuk menjadi sumber pasokan baru adalah India.

Rencana pemerintah mengimpor sapi dari India ini mendapat protes dari para peternak, yang tergabung dalam Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI). Para peternak khawatir sapi-sapi dari India akan membawa wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) ke Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bila wabah PMK sampai masuk dan menjangkiti sapi-sapi lokal di Indonesia, Indonesia akan mengalami kerugian yang amat besar. Tidak saja kehilangan sapi dalam jumlah besar, tapi Indonesia juga harus bersusah payah dan mengeluarkan banyak uang lagi untuk membebaskan diri dari PMK. Selama belum bebas PMK, Indonesia tidak akan bisa mengekspor ternak sapi dan kerbau maupun olahannya.

"Kebijakan itu sebagai jalan pragmatis tanpa memikirkan risiko besar. Peternakan kerbau di India itu kan peternakan rakyat, kerbau-kerbau tua. Di sana tidak ada zona (bebas PMK), terlalu berisiko. Berapa kerugiannya kalau sampai populasi sapi di Indonesia kena PMK?" papar Ketua PPSKI, Teguh Boediana, kepada detikFinance, di Bandar Lampung, Rabu (17/2/2016).

Apalagi, PPSKI sudah mengajukan judicial review (JR) atas Pasal 36 E Undang Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (UU Peternakan). Pasal tersebut adalah dasar hukum yang memungkinkan impor sapi dengan sistem zona base.

Teguh meminta pemerintah tidak membuat aturan untuk pelaksanaan impor sapi dengan zona base selama UU Peternakan masih dalam proses JR di Mahkamah Konstitusi (MK). "Kami sedang JR pasal 36 E UU Peternakan. MK baru mulai sidang 16 Maret 2016 untuk mendengarkan pandangan pemerintah dan DPR. Kami minta pemerintah bersabar, menghormati MK yang sedang memproses JR," ucapnya.

Ketentuan yang memungkinkan impor sapi dengan zona base pun sebelumnya pernah ada di UU Peternakan yang lama dan dibatalkan oleh MK pada 2010, tetapi ternyata masuk lagi dalam UU Peternakan yang baru. "Masalah zona itu sudah pernah dibatalkan oleh MK tahun 2010. Tiba-tiba masuk lagi di UU Peternakan tahun 2014," dia menuturkan.

Di samping itu, masuknya daging murah dari India dapat merugikan peternak di dalam negeri. Bila harga daging sapi lokal jatuh hingga merugikan peternak, tentu motivasi peternak untuk meningkatkan populasi sapi lokal akan jatuh. Ujung-ujungnya, populasi sapi lokal tidak bertambah, dan Indonesia semakin tergantung pada pasokan dari impor.

Ketergantungan pada impor amat membahayakan kedaulatan negara. Negara asing bisa saja memainkan harga sehingga menimbulkan gejolak di Indonesia.

"Gara-gara kebijakan salah, tiba-tiba dipaksakan masuk daging murah dari India. Adanya impor daging murah akan membuat peternak lokal kehilangan semangat. Ujung-ujungnya kita akan ketergantungan sapi impor. Kalau sudah tergantung impor nanti harga dipermainkan," dia menjelaskan.

Karena itu, Teguh meminta Presiden Jokowi memikirkan ulang kebijakan tersebut. "Saya bisa memaklumi, mungkin Bapak Presiden mendapatkan masukan-masukan yang salah. Jangan mengambil jalan pintas," pungkasnya. (wdl/wdl)

Hide Ads