Ongkos Angkut Priok-Shanghai Lebih Murah dari Priok-Makassar, Kok Bisa?

Ongkos Angkut Priok-Shanghai Lebih Murah dari Priok-Makassar, Kok Bisa?

Feby Dwi Sutianto - detikFinance
Rabu, 02 Mar 2016 11:55 WIB
Ongkos Angkut Priok-Shanghai Lebih Murah dari Priok-Makassar, Kok Bisa?
Foto: agung pambudhy
Jakarta - Biaya angkut kontainer melalui pelayaran antar wilayah di Indonesia kalah kompetitif dibandingkan angkutan kontainer internasional. Contohnya, ongkos angkut kontainer antara Pelabuhan Tanjung Priok-Shanghai masih lebih murah dibandingkan rute Tanjung Priok-Makassar.

"Biaya transportasi Shanghai-Priok atau Singapura-Priok lebih murah dari Priok-Makassar," ujar Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Sugihardjo saat membuka acara Rapat Kerja Ditjen Perhubungan Laut di Kementerian Perhubungan, Jakarta, Rabu (2/3/2016).

Kenapa bisa murah?Β  Sugihardjo menjelaskan, ada 2 penyebab ongkos angkut barang rute internasional lebih murah ketimbang di dalam negeri. Pertama, kapal pembawa barang untuk rute pelayaran internasional memakai kapal kapasitas atau berukuran besar seperti kapal kapasitas 5.000 TEUs.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan kapal berukuran lebih besar, ongkos angkut per kontainer bisa lebih murah daripada kapal lebih kecil.

"Dalam transportasi, kapal besar membuat unit cost lebih rendah daripada kapal lebih kecil," sebutnya.

Selain itu, Kemenhub mengakui tidak semua pelabuhan hub di Indonesia bisa melayani kapal berukuran besar seperti 5.000 TEUs ke atas. Alasannya, kedalaman kolam pelabuhan dan alur pelabuhan masih rendah yakni masih di bawah minus 9 meter.

Hanya Priok dan Pelabuhan Teluk Lamong yang memiliki kedalaman pelabuhan minus 11 meter sehingga bisa melayani kapal 5.000 TEUs.

"Kalau kapal kapitas 5.000 TEUs, harus minus 11 meter. Baru di Priok dan Teluk Lamong yang punya kedalaman minus 11 meter," sebutnya.

Alasan kedua, tingkat isian angkut berbeda. Rute Jakarta-Makassar, tingkat isian kapal berangkat di Jakarta rata-rata mencapai 80%, sedangkan baliknya hanya 20%. Dengan kondisi seperti ini, beban kekosongan dibebankan kepada ongkos angkut barang atau kontainer.

Berbeda dengan rute internasional seperti Priok-Shanghai, tingkat isian barang selalu penuh pulang pergi. Ditambah lagi, ukuran kapal lebih besar sehingga biaya angkut lebih murah.

Alhasil, pengembangan pelabuhan harus mampu melayani kapal berukuran minimal 5.000 TEUs kemudian diikuti penyediaan transportasi penunjang hingga kawasan industri di sekitar pelabuhan. Kondisi ini bisa membuat produksi barang dan gairah ekonomi di daerah bisa meningkat sehingga kapal kembali seperti dari Indonesia Timur ke Indonesia Barat bisa membawa barang dengan kapasitas penuh.

Untuk jangka pendek, Kemenhub akan mendukung Pusat Logistik Berikat (PLB). Barang-barang impor bisa dikirim ke Indonesia Timur tanpa perlu transit atau disimpan di negeri tetangga.Β 

Dengan konsep PLB, bahan baku industri bisa dikirim ke area penampungan PLB di Indonesia Timur. Alhasil, kapal pulang bisa membawa muatan.

"Saya dorong PLB. Ini penggagas industri kapas. Dengan adanya PLB, kapal dari Barat ke Timur bawa hasil Industri, baliknya bawa muatan impor, sebutnya. (hns/hns)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads