Sasmito Hadi Wibowo, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS), menyatakan ini ibarat penyakit klasik. Sulit untuk disembuhkan bila penyakit mengakar dari persoalan pangan tersebut tidak dibenahi.
"Ini pekerjaan rumah yang besar bagi pemerintah dan semua pihak. Karena itu terus terjadi," ujarnya di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Jumat (1/4/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Misalanya cabai, cabai itu kan senangnya segar. Jadi kebutuhannya sangat tinggi. Beda cerita kalau dialihkan ke botol, itu akan lebih gampang mengatur harganya," jelas Sasmito.
Kemudian, pangan di dalam negeri bersifat musiman. Baik beras, cabai, bawang, dan lainnya. Sampai sekarang belum ada solusi produksi pangan dengan jumlah yang besar dan ditahan sampai dengan musim panen berakhir.
"Kita harus bisa mencari solusi itu. Bagaimana pun caranya lewat teknologi atau sebagainya," ujarnya.
Permasalahan lain adalah rantai distribusi. Contohnya cabai ada 8 titik harus dilewati. Dari petani, cabai merah dibawa ke pedagang pengepul. Kemudian, disalurkan ke distributor dan berlanjut ke sub distributor. Titik seterusnya adalah agen yang bisa diteruskan ke sub agen dan pedagang grosir.
Sampai ke pedagang grosir maka diteruskan ke pengecer. Baru kemudian disebar ke rumah tangga dan kegiatan usaha lainnya. Dari pedagang grosir, juga bisa ke supermarket untuk dijual ke rumah tangga.
"Kalau distribusi lancar itu akan mendorong harga lebih rendah dan mengurangi pengendalian harga pada titik-titik tertentu," terang Sasmito. (mkl/wdl)











































