Sunarto, salah seorang pedagang daging sapi di Pasar Rawasari, Jakarta Pusat yang ditemui detikFinance mengungkapkan, daging sapi NTT yang bertekstur tipis, membuatnya tidak disukai pedagang bakso.
"Kalau yang beli paling banyak kan tukang bakso. Mereka nggak suka yang dagingnya tipis, selain itu nggak ada rawonnya (jeroan). Tulangnya juga keras, makanya nggak pada mau, sukanya yang impor. Akhirnya meski dikasih jatah kita nggak beli lagi," kata Sunarto ditemui di kiosnya, Minggu (10/4/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Belinya Rp 80.000/kg dijualnya ke pasar harus Rp 99.000/kg. Memang nggak rugi, tapi tipis untungnya. Mending jual yang impor ketahuan, yang suka juga banyak, kalau sapi impor dijualnya Rp 120.000/kg," kata Sunarto.
Menurutnya, kualitas daging tersebut disebabkan karena sapi asal NTT kondisinya kurus di bawah 250 kg setiap sapinya, sementara sapi impor yang digemukkan feedloter rata-rata memiliki berat di atas 350 kg.
"Beda jauh, sapinya gemuk dagingnya tebal kalau impor. Kita ambil sapi di jagal kalau sapi impor satunya sudah bisa 5 kuintal bisa, kalau sapi NTT 1-2 kuintal saja yang dikarungin (kulak). Orang jadi malas beli. Ibaratnya satu pahanya sapi impor itu sama kayak isi dagingnya satu sapi lokal," ujar Sunarto. (drk/drk)