Ketua Umum Asosiasi Eksportir Importir Buah dan Sayuran Segar Indonesia (Aseibssindo), Khafid Sirotudin mengungkapkan, kondisi ini terjadi karena Indonesia kalah dalam pengembangan skala produksi.
"Durian Montong Thailand itu kan punya kita. Tapi kita nggak kembangkan dalam skala perkebunan rakyat atau kawasan perkebunan khusus. Sama Thailand dibuat perkebunan khusus durian sampai ribuan hektar dalam satu kawasan," jelas Khafid pada detikFinance, Rabu (13/4/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Khafid mengungkapkan, tak adanya kawasan pengembangan buah petani, membuat eksportir kesulitan mencari buah dengan standar kualitas untuk diekspor. Selain itu, infrastruktur dan perizinan juga membuat eksportir buah negara tetangga lebih diuntungkan.
"Selain tak punya kawasan perkebunan khusus, juga infrastruktur kita kan jelas masih kalah. Kemudian soal perizinan kita mau ekspor sudah mumet dulu, harus lewat bea cukai, karantina, dan sebagainya. Memang satu atap tapi pintunya banyak. Kalau negara tetangga, satu izin satu dokumen," jelas Khafid.
Hal itu membuat harga buah-buahan asal Indonesia lebih tinggi dibandingkan buah-buahan tropis yang diekspor negara-negara tetangga.
"Kaya mangga saja, karena kita sedikit-sedikit ekspornya ke Timur Tengah, sudah dihajar sama mangga Malaysia di sana. Karena, mereka juga punya kawasan khusus perkebunan mangga, seperti kawasan perkebunan durian Montong punya Thailand," tutupya. (feb/feb)