Menperin: Bisnis Bengkel Pesawat RI Capai Rp 26,4 Triliun

Menperin: Bisnis Bengkel Pesawat RI Capai Rp 26,4 Triliun

Feby Dwi Sutianto - detikFinance
Rabu, 20 Apr 2016 13:51 WIB
Foto: dok. Kemenperin
Jakarta - Menteri Perindustrian Saleh Husin menyebut pertumbuhan industri penerbangan di Indonesia membuka peluang besar pada industri perawatan dan perbaikan pesawat atau Maintenance, Repair, and Overhaul (MRO). Bahkan, diperkirakan di Asia Pasifik akan menjadi pusat pertumbuhan industri MRO atau bengkel pesawat pada tahun 2022.

Bila dihitung, Saleh mengaku potensi bisnis industri MRO di Indonesia saat ini mencapai US$ 920 juta atau Rp 12,1 triliun dengan mengacu kurs dollar Rp 13.200. Angka ini bisa melompat 2 kali lipat dalam 4 tahun ke depan.

"Dalam empat tahun ke depan bisa naik menjadi US$ 2 miliar, setara Rp 26,4 triliun. Untuk itu, kami tengah mendorong peningkatan kapasitas maupun kapabilitas industri MRO di Indonesia," ujarnya Saleh saat pembukaan acara Konferensi Aviation Maintenance Repair and Overhaul Indonesia (AMROI) ke-4 di Hotel Grand Mercure Harmoni, Jakarta, Rabu (20/4/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menperin mengatakan, sejak peraturan pemerintah mengenai industri jasa penerbangan di Indonesia mulai dilonggarkan pada tahun 2000, pertumbuhan jasa penerbangan melonjak tajam dalam satu dekade terakhir di Indonesia. Sejumlah industri penerbangan saat ini bersaing ketat merebut pasar domestik dan regional.

Indonesia dengan memiliki jumlah penduduk 250 juta dan wilayah yang cukup strategis, tentu akan membutuhkan sarana transportasi udara untuk mendukung konektifitas antar pulau dan wilayah. Wilayah Indonesia mencakup sebaran lebih dari 17.000 pulau, membentang sepanjang 5.200 km dari timur ke barat dan 2.000 km dari utara ke selatan. Hal ini menjadi pasar yang sangat potensial bagi para investor dunia untuk membangun industri penerbangan di Indonesia.

Berdasarkan laporan International Air Transport Association (IATA), jumlah penumpang udara nasional akan mencapai 270 juta penumpang pada tahun 2034 atau naik lebih dari 300% dibanding pada tahun 2014 dengan jumlah sebanyak 90 juta penumpang.

"Diperkirakan Indonesia akan masuk 10 besar pasar penerbangan dunia pada tahun 2020, bahkan akan menjadi lima besar dunia pada tahun 2034," kata Saleh.

Di sektor tenaga kerja, industri penerbangan global pada saat ini telah menyerap tenaga kerja sebanyak 58 juta orang dengan nilai ekonomi mencapai US$ 2,4 triliun. Diperkirakan dalam 20 tahun ke depan industri penerbangan mampu menciptakan lapangan pekerjaan sebanyak 105 juta orang dan menyumbang US$ 6 triliun terhadap PDB dunia.

Saat ini, lanjut Saleh, industri penerbangan nasional memiliki 61 maskapai penerbangan carter dan berjadwal didukung oleh 750 pesawat, yang beroperasi terjadwal dan tidak terjadwal. Diperkirakan jumlah pesawat akan mencapai 1.030 pesawat pada tahun 2017.

EMPAT KEBIJAKAN

Sementara itu, Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin I Gusti Putu Suryawirawan menegaskan, pihaknya telah menyiapkan empat kebijakan strategis dalam upaya pengembangan industri MRO Indonesia ke depan.

Pertama, memenuhi ketersediaan komponen pesawat dengan mendorong pembangunan industrinya. Hingga saat ini, beberapa industri komponen pesawat telah tumbuh dan berkembang, yang tergabung dalam Indonesia Aircraft and Component Manufacturer Association (INACOM).

"Kami mengharapkan industri MRO, industri jasa penerbangan, industri pesawat terbang bekerja sama dengan INACOM dan memprioritaskan komponen yang diproduksi industri dalam negeri, sehingga akan menghemat devisa dan turut mendorong tumbuhnya industri komponen dalam negeri," tuturnya.

Kedua, peningkatan jumlah sumber daya manusia (SDM) industri MRO. Diperkirakan, Indonesia akan membutuhkan sebanyak 12-15 ribu tenaga ahli industri MRO hingga 15 tahun ke depan. Saat ini, sekolah-sekolah teknisi penerbangan di Indonesia hanya menghasilkan 200 tenaga ahli per tahun, sedangkan kebutuhannya mencapai 1.000 orang per tahun.

"Kementerian Perindustrian akan melakukan kerja sama atau bersinergi dengan kementerian terkait untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas SDM industri MRO," ujarnya.

Di samping itu, Kemenperin akan memberikan dukungan melalui fasilitasi untuk peningkatan kemampuan dan kompetensi SDM kedirgantaraan nasional agar memenuhi kualifikasi dan standar nasional maupun internasional yang telah ditetapkan.

Ketiga, diperlukan pembangunan aerospace park atau kawasan Industri kedirgantaraan yang terintegrasi untuk mendukung industri kedirgantaraan dalam negeri.

"Dalam aerospace park tersebut, terdapat industri pesawat udara, industri komponen pesawat udara, industri MRO, industri jasa penerbangan dan Industri pendukung lainnya, termasuk perguruan tinggi sebagai tempat pengembangan SDM kedirgantaraan," jelasnya.

Keempat, pemberian insentif untuk peningkatan daya saing industri kedirgantaraan nasional agar dapat tumbuh dan berkembang sehingga mampu menyerap pasar nasional dan Internasional. 

"Kami mengharapkan industri MRO di Indonesia semakin efisien dalam operasionalnya, dan dapat mencari celah serta terobosan-terobosan baru sehingga memiliki daya saing dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean yang membuat persaingan usaha semakin ketat," paparnya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Indonesia Aircraft Maintenance Services Association (IAMSA) Richard Budihadianto mengatakan, pihaknya terus mendorong pemerintah untuk memberi dukungan penuh terhadap kemajuan industri MRO di Indonesia.

"Salah satu kebijakan pemerintah yang dapat dimanfaatkan sebagai peluang bagi industri MRO adalah Paket Kebijakan Ekonomi ke-8 yang telah menjadikan bea masuk 21 pos tarif komponen pesawat udara nol persen. Kebijakan pemerintah ini  menjadi peluang bagi industri MRO mampu bersaing dengan kompetitornya di regional," ujarnya.

Richard menambahkan, adanya insentif dari pemerintah diharapkan dapat memberikan peluang besar bagi industri MRO di Indonesia dalam merebut pasar karena biaya perawatan pesawat di dalam negeri lebih kompetitif dibandingkan luar negeri.

"Keberadaan Aerospace Park di wilayah-wilayah strategis, juga akan mampu meminimalkan jumlah maintenance spending ke luar negeri sehingga terjadi penghematan devisa dan belanja luar negeri," tuturnya.

Konferensi internasional tahunan yang kali ini mengusung tema "The Next Step Forward for Indonesia MRO Industry" dihadiri sebanyak 400 peserta, yang merupakan para pelaku bisnis aviasi, MRO dan regulator dari kurang lebih 15 negara. AMROI 2016 merupakan event aviation pertama di Indonesia yang bersifat diskusi panel dan buyer's meeting, di mana para narasumber saling berinteraksi untuk membahas isu-isu dan strategi yang berkaitan dengan perkembangan industri penerbangan dan industri MRO Indonesia serta penguatan industri tersebut ke depannya. (feb/ang)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads