Pihaknya menilai bahwa reklamasi yang telah dilakukan di Teluk Jakarta tidak memperhatikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Sehingga para nelayan yang tinggal di Muara Angke mengalami kerugian akibat sedikitnya hasil tangkapan ikan setiap harinya.
"Reklamasi di seluruh dunia itu biasa cuma diatur agar risikonya sekecil mungkin. Risiko lingkungan hidup, risiko kehidupan sosial masyarakat, risiko banjir, risiko alur masuk kapal-kapal tradisional. Oleh karena itu aturan setiap pulau harus ada jarak 300 meter dari daratan dalamnya 8 meter, antar pulau minimum 300 meter," jelas Menko Maritim Rizal Ramli di Pusat Pelelangan Ikan Muara Angke, Jakarta Utara, Rabu (4/5/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kedua kita ingin nelayan lebih baik. Karena reklamsi menimbulkan keuntungan bisnis. Masa mau disingkirkan lagi nelayan angke yang sudah 4 kali digusur, itu enggak benar. Rakyat kita punya hak untuk itu, nelayan kita punya hak untuk itu," tegas Rizal.
Seringkali para nelayan di Muara Angke menjadi kaum yang terpinggirkan dari kepentingan para pebisnis. Sehingga nantinya dikhawatirkan hanya segelintir orang saja yang dapat merasakan manfaat dari adanya reklamasi.
"Nelayan di Indonesia paling miskin secara sosial. Kita nggak ingin Indonesia ada benteng-benteng. Jangan dianggap nelayan ini virus," pungkas Rizal.
Pemerintah jiga telah bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jika ada pihak yang menyalahgunakan wewenangnya dalam proyek reklamasi Teluk Jakarta.
"Kami sudah kordinasi dengan KPK. KPK akan ambil tindakan buat yang bandel-bandel," kata Rizal. (ang/ang)











































