Sebelumnya, Kemenhub berpegangan pada Perpres 98/2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Kerata Api Ringan/Light Rail Transit (LRT) terintegrasi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi. Proyek ini ditanggung APBN dan memakai lebar rel 1067 mm.
Namun muncul Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Perkeretaapian Umum Di DKI Jakarta. Dalam Perpres ini, proyek LRT Jabodetabek yang jalurnya masuk ke wilayah DKI Jakarta akan dibiayai oleh APBD DKI Jakarta. Pihak DKI ingin memakai lebar rel 1435 mm sehingga membuat proyek ini terkatung-katung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami harus ada ketokan lagi dong di Presiden. Secara legalnya kan begitu. Ada keputusan Perpres dan sebagainya," kata Hermanto, saat ditemui di Stasiun Maja, Lebak Banten, Rabu (11/5/2016).
Di sisi luar Jakarta, pembangunan LRT terpaksa harus dihentikan sementara waktu sambil menunggu kepastian hukum.
"Kami nggak bisa ini lagi kalau belum ada (kepastian) hukum. Rapat minggu (di Kemenko Perekonomian) yang lalu sudah disampaikan, bahwa kalau dikembalikan lagi ke APBN harus ada keputusan, kan salah itu kalau tiba-tiba balik tanpa ada keputusan," tuturnya.
Karena persoalan regulasi dan kepastian hukum belum tuntas, Hermanto memastikan bila LRT Jabodetabek tidak bisa rampung pada tahun 2018.
"Kalau Jabodetabek itu memang dari awal 2019, tidak bisa 2018. Kita target di 2019, sebelum Kabinet ganti," ujarnya. (feb/dnl)











































