Keputusan tersebut diambilnya setelah mengabdikan dirinya di Astra selama 30 tahun sejak tahun 1968. Waktu itu ia menjadi pegawai ke 16, hingga meninggalkan Astra setelah memiliki ratusan ribu karyawan.
"Tahun 1998 saya rasa sudah cukup 30 tahun bakti, waktu itu pegawai juga sudah 200.000. Ya sudahlah kita kerja sendiri saja," ujar T.P. Rachmat saat acara Wealth Wisdom di Hotel Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta, Kamis (12/5/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dana tersebut kemudian digunakan untuk investasi di pertambangan hingga akhirnya ia sukses membangun Triputra Group.
"Semua kan lagi ambruk 1998, saya bisa bikin besar Adira Finance. Saya jual ke Danamon saya dapat uang ini bet (taruhan) pertama. Bet kedua, cuma dimasukin ke Adaro jadi besar. Hasilnya saya masukin ke TAP (Triputra Agro Persada) bikin kebun. Hanya itu saja, tiga bet jadilah Triputra," jelas Teddy.
Arif Rachmat, putra dari T.P. Rachmat, menambahkan bahwa kerja keras ia dan ayahnya sempat mengalami sedikit kendala. Penyebabnya pun beragam, mulai dari soal lahan tambang hingga lahan untuk perkebunan sawit yang kurang layak.
"Investasi di mining ternyata tambangnya tidak sesuai. Sama di sawit beli lahan ternyata lahannya peruntukannya bukan untuk sawit. Mungkin jatuh bangunnya di situ," ujar CEO Triputra Group Arif Rachmat. (hns/hns)