Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro, mengatakan dari sekitar 250 juta jumlah penduduk Indonesia, hanya 11% yang memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP), atau sekitar 27 juta orang.
"Itu sedikit sekali, katakanlah satu keluarga itu ada 4 orang, jadi ada sekitar 60 juta rumah tangga di Indonesia, yang punya NPWP 27 juta, atau kurang dari separuhnya," kata Bambang, dalam diskusi dengan pemimpin media massa di rumah dinasnya, Widya Chandra, Jakarta, Kamis malam (12/5/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hanya 900 ribu wajib pajak orang pribadi yang membayar pajak penghasilan (PPh) pasal 25 dan 29, alias mereka yang memiliki usaha sendiri.
"Negara yang sekian besar ekonominya, sektor informal besar. Keterlaluan hanya 900 ribu, bahkan tahun lalu penerimaannya hanya Rp 9 triliun. Padahal tahun lalu total penerimaan pajak non migas Rp 1.011 triliun," kata Bambang.
Dia membandingkan di Amerika Serikat (AS), di mana pajak orang pribadi memberikan kontribusi terbesar dibandingkan pajak perusahaan.
Indonesia, lanjut Bambang, tidak boleh menggantungkan pajak dari perusahaan, karena tidak stabil bergantung pada kondisi ekonomi. Pemerintah ingin menggenjot pembayaran pajak orang pribadi. Masih banyak individu di Indonesia yang tidak patuh pajak.
Kepatuhan, kata Bambang, terlihat dari besaran rasio pajak (tax ratio) di Indonesia yang besarannya 11%, atau salah satu yang terendah di ASEAN. "Potensi kita 13-14%. Jadi penerimaan pajak kita di bawah potensi," jelas Bambang.
Karena itu pemerintah ingin meningkatkan kepatuhan wajib pajak lewat kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty. Mereka yang selama ini merupakan objek pajak namun belum membayar kewajibannya dengan benar, diberi kesempatan untuk melaporkan semua hartanya dengan tarif yang kecil.
Pengampunan pajak ini bukan untuk orang kaya, namun juga orang kecil yang selama ini tidak melaporkan pajaknya dengan benar. "Orang tak punya NPWP juga bisa ikut. Intinya dengan tax amnesty, semua orang termasuk UKM bisa investasi ke depan. Karena uangnya sudah teridentifikasi. Jadi tax amnesty tidak hanya cari uang WNI di luar negeri, tapi ingin cari uang yang tidak terdaftar," cetus Bambang.
"Lewat tax amnesty, mari kita mulai dengan putih bersih dan ini tahap awal reformasi," kata Bambang.
Kebijakan ini juga tidak hanya untuk mereka yang selama ini menyimpan uang di luar negeri. Namun yang di dalam negeri juga bisa memanfaatkan pengampunan pajak ini.
Meski begitu, kebijakan pengampunan pajak ini juga mengincar dana-dana milik orang Indonesia yang selama ini disimpan di luar negeri, seperti Singapura.
Bambang mengatakan, Singapura memang telah menjadi tempat yang enak untuk menyimpan uang. Mereka yang memiliki uang dan menyimpan di bank Singapura akan dimanjakan lewat layanan private banking, yang tidak dimiliki oleh perbankan di Indonesia.
"Singapura akan menjadi tempat enak untuk menyimpan uang. Banyak tempat investasinya dan bagus. Ada private banking. Kita belum punya private banking, tapi baru wealth management," kata Bambang.
Lewat layanan private banking, lanjut Bambang, bank di Singapura berani menjanjikan keuntungan yang tinggi terhadap simpanan nasabahnya. "Kita tidak perlu berpikir lagi uangnya dapat dari mana," ucapnya.
Selain itu, dana yang disimpan orang Indonesia pada bank di Singapura bukan dana menganggur, namun bisa digunakan untuk jaminan dari pinjaman yang dia tarik.
Pemerintah mengincar ada dana orang Indonesia yang kembali ke dalam negeri Rp 1.000 triliun, dengan memanfaatkan pengampunan pajak ini.
Kemudian, pemerintah dengan sejumlah pihak sudah menyiapkan beberapa instrumen investasi untuk menampung dana yang masuk hasil pengampunan pajak tersebut.
Instrumen yang disiapkan antara lain reksa dana penyertaan terbatas (RDPT), saham, surat utang negara (SUN), surat utang BUMN, venture capital fund, dan sejumlah instrumen keuangan lain.
(dnl/ang)











































