"Harus ditindak. Bisa dibayangkan orang menyesal 20 tahun gara-gara oknum yang menjual bibit palsu," ujar Amran, ditemui di acara panen jagung di Nagari Koto Baru, Kecamatan Luhak Nanduo, Kabupaten Pasaman Barat, Jumat (27/5/2016).
Amran menyebut, dari total 340.000 hektar luas perkebunan sawit di Sumatera Barat, sebanyak 30% diperkirakan merupakan tanaman sawit dari bibit palsu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di tempat yang sama, Bupati Pasaman Barat, Syahiran, mengungkapkan ada kurang lebih 50.000 hektar lahan sawit di wilayahnya teridentifikasi berasal dari bibit palsu.
Bibit palsu sawit yang terlanjur ditanam membuat produksi tandan buah segar (TBS) sawit yang tak optimal, bahkan di antaranya tak mampu menghasilkan tandah buah sawit sama sekali.
"Dari areal kebun kelapa sawit seluas 101.853 hektar, diperkirakan ada yang ditanam dengan dengan bibit palsu kurang lebih 50.000 hektar. Produksi sawit normal bisa hasilkan sekitar 2.000 TBS per hektar per bulan atau 2 ton," jelas Syahiran.
"Sedangkan produksi kelapa sawit dari bibit palsu hanya hasilkan 800 kg TBS per hektar per bulan. Sehingga kehilangan produksi mencapai 1.200 kg TBS dalam satu bulan per hektar," tambahnya.
Akibat bibit palsu, sambung Syahiran, petani kelapa sawit di kabupatennya kehilangan potensi pendapatan Rp 720 miliar dalam setahun.
"Jadi diperkirakan jika rata-rata harga TBS Rp 1.000/kg, maka akan terjadi kehilangan sebesar Rp 720 miliar per tahun. Jika dibandingkan dengan APBD Pasaman Barat yang Rp 1,2 triliun, maka kerugian petani sama nilainya dengan 60% total APBD kita," pungkasnya. (wdl/wdl)











































