"Juni merupakan periode paling critical buat market," ungkap Leo Putra Rinaldy, ekonom Mandiri Sekuritas dalam acara diskusi di Hotel Aryaduta, Lippo Karawaci, Tanggerang, Sabtu (28/5/2016).
Pertama adalah terkait dengan kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty oleh pemerintah yang diperkirakan Rancangan Undang-undang (RUU) selesai dibahas dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk kemudian disahkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tingginya perhatian investor terhadap kebijakan tersebut berkaitan dengan tambahan untuk penerimaan negara. Di mana diketahui realisasi penerimaan pajak akan jauh dari yang ditargetkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Kalau Juni tax amnesty diloloskan yang artinya revenue bisa teramankan," terangnya.
Kedua adalah terkait keputusan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve (The Fed) soal kenaikan suku bunga. Dari rapat terakhir, ada kecenderungan suku bunga AS kembali naik pada Juni mendatang.
Kenaikan suku bunga dapat mendorong terjadinya capital outflows pada pasar keuangan dalam negeri. Sehingga membuat pelemahan pada nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Bank Indonesia (BI) memiliki tugas penting untuk menjaga rupiah tidak bergerak melemah terlalu drastis. Dengan melakukan operasi moneter seharusnya rupiah tetap dijaga sesuai dengan fundamentalnya.
"Fed Fund Rate kalau naik tapi BI masih diharapkan bisa menjaga rupiah," ujarnya.
Bila sesuai dengan espektasi investor, maka perekonomian secara makro akan dipandang lebih baik ke depannya. Tidak hanya bagi investor yang meletakkan modalnya di pasar modal, melainkan juga sektor rill.
"Kalau bisa berjalan maka arah perekonomian dari pandangan market kita ke depan lebh baik. Bukan dari sisi porfolio tapi sektor rill," tegas Leo.
Ekonom Bank Permata Joshua Parded menambahkan, hal lain yang menjadi perhatian adalah kondisi defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD). Sejauh ini masih cukup terkendali seiring dengan impor yang masih lemah.
"Neraca barang terlihat surplus karena impor turun, lebih rendah dibanding ekspor. Neraca barang ekspektasinya tahun ini masih positif, tapi defisit neraca jasa dan neraca pendapatan primer cenderung meningkat," terang Joshua pada kesempatan yang sama.
Kemudian adalah inflasi. Joshua menilai inflasi masih cukup terkendali. Walaupun akan ada kenaikan inflasi pada Ramadan, namun hingga akhir tahun diperkirakan masih sesuai dengan asumsi pemerintah 4 plus minus 1%.
"Inflasi mendekati Ramadan dan lebaran akan ada kenaikan, tapi saya kira masih sesuai asumsi," tukasnya. (mkl/ang)











































