Pada tahun lalu, Amran bersama Menteri Perdagangan saat itu, Rachmat Gobel, melarang impor untuk jeroan. Alasannya di negara asalnya, jaroan merupakan makanan hewan.
"Jeroan terus yang dibahas. Impor jeroan diputar beritanya sebulan, (berita) ekspor kok tidak ada. Kami buat kebijakan sesuai keinginan rakyat. Jadi bukan saya tidak konsisten," tandas Amran, saat panen padi di Desa Cinta Damai, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Senin (25/7/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Konsisten itu soal ideologi dan kepentingan rakyat. Jangankan kata-kata, UU, Perpres, Permen saja bisa diubah demi kepentingan rakyat. Saya ulangi lagi, inkonsistensi bukan di kata-kata," tegas Amran.
Dia melanjutkan, kebijakannya membuka impor jeroan masih saja diprotes kiri kanan. Selain itu, menurutnya, banyak pihak yang selama ini menikmati banyak keuntungan sangat dirugikan dengan jeroan impor.
"Ada yang tanya Pak nggak boleh impor jeroan masuk. Itu orang yang selama ini dapat untung. Bayangkan jeroan di luar negeri hanya US$ 1/kg, tapi di sini harganya jadi US$ 7/kg atau Rp 80.000/kg. Apa harus rakyat dibiarkan menderita harga daging dan jeroan tinggi," kata Amran.
Menteri asal Bone, Sulawesi Selatan ini melanjutkan, tak hanya kritik inkonsistensi, dirinya juga bertubi-tubi menerima kritik lainnya soal impor jeroan.
"Ada lagi diputar beritanya jeroan ada hormon. Sapi lokal yang dipotong di feedloter kan asalnya juga dari Australia, sama-sama lahir di saja, yang bakalan apa iyah tidak bawa jeroan pas impor sapi hidup? Nggak masalah kan? Bilang saja langsung kalau jeroan masuk keuntungan saya berkurang," pungkas Amran. (wdl/wdl)











































