Ini Catatan Kadin untuk 12 Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi

Ini Catatan Kadin untuk 12 Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi

Muhammad Idris - detikFinance
Rabu, 27 Jul 2016 15:08 WIB
Ini Catatan Kadin untuk 12 Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi
Foto: Muhammad Idris
Jakarta - Sudah 12 paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun sayangnya, belum semua paket dapat terealisasi akibat beberapa peraturan pelaksanaan yang belum diterbitkan.

Demikianlah diungkapkan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan Roeslani di acara Seminar Evaluasi Paket Kebijakan Ekonomi INDEF di Kampus STEKPI, Kalibata, Jakarta, Rabu (27/7/2016).

"Dari 12 paket kebijakan, kendalanya kalau menurut kita, ada beberapa belum memiliki payung hukum sehingga belum jalan. Kalau kata Kementerian Koordinator Perekonomian sudah 96%. Tanpa payung hukum, kita pengusaha nggak berani melangkah," jelas Rosan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, meski masih banyak rapor merah, sejumlah paket kebijakan memang sudah efektif berlaku. Beberapa paket yang sudah dirasakan dunia usaha antara lain percepatan izin investasi dan penghapusan DNI (daftar negatif investasi).

"Ada yang sudah jalan dengan baik, ada yang setengah jalan, ada yang tidak sama sekali. Yang sudah contohnya izin investasi 3 jam, walaupun di lapangan ada yang 5 jam, ada yang 8 jam baru dapat izin, tapi saya kira itu sudah berjalan," terang Rosan.

"Kemudian paket kebijakan X terkait revisi DNI. Ada kurang lebih 35 sektor yang seluruhnya sekarang bisa dimiliki asing, dan ada 24 sektor yang mayoritas saham terbuka untuk asing. Itu kan bagus karena sudah ada payung hukumnya," ujarnya lagi.

Dia menjelaskan, rata-rata paket kebijakan yang belum juga sukses direalisasikan lantaran paket kebijakan tersebut terkait kemudahan bisnis dalam jangka menengah panjang.

"Tidak jalan karena sifatnya jangka panjang. Kaya investasi di kawasan ekonomi khusus, makanya pelaksanaannya masih kurang. Kemudian diskon listrik buat industri nggak jalan juga, karena banyak persyaratan dari PLN," kata Rosan.

Sementara itu, Direktur INDEF, Enny Sri Hartati menjelaskan, ada sejumlah evaluasi mendasar terkait paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah sejak 9 September 2015 tersebut.

"Pertama sinyal lemah pemulihan ekonomi. Capaian kinerja pertumbuhan ekonomi triwulan I 2016 hanya mampu di tingkat 4,92%. Meski sudah lebih tinggi dari periode 2015 sebesar 4,79%. Namun jauh dari target APBNP 2015 5,2%. Ini menunjukan rendahnya tingkat efektivitas paket kebijakan dalam menghentikan perlambatan ekonomi," jelasnya.

Kemudian, lanjut Enny, hal lain yang perlu dievaluasi adalah bias sektoral pada paket kebijakan. Hal ini membuat antara paket satu dengan yang lainnya tidak saling berhubungan atau tidak saling mendukung.

"Titik lemah paket kebijakan pemerintah adalah absennya strategi induk dalam paket kebijakan. Sehingga membuat antar paket saling terlepas satu sama lainnya," ungkapnya.

Dia kemudian memberikan beberapa contoh paket kebijakan yang kemudian jalan di tempat. Seperti di sektor energi dalam percepatan proyek 35.000 MW.

"Pelibatan swasta seharusnya disertai dengan kepastian proyek dan harga jual listrik. Kemudian kemudahan dalam akses lahan, meski sudah ada Pepres Nomor 148 Tahun 2015, tetap saja pembebasan lahan masih jadi kendala," kata Enny.

Di sektor pangan setali tiga uang. Perpres Nomor 4 Tahun 2016 tentang pemasukan ternak dari negara zona based juga tak efektif mengendalikan harga daging sapi.

"Pemerintah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi IX untuk stabilisasi harga daging. Meski sebenarnya agak melenceng dan tak fokus, realitas di lapangan harga daging tetap tinggi," ucap Enny.

Di sektor infrastruktur, pihaknya menyarankan pembiayaan infrastruktur berasal dari skema memperbanyak sumber di luar utang luar negeri dan APBN.

"Selain terus mendorong keterlibatan swasta, lembaga keuangan non bank dapat menjadi pembiayaan alternatif seperti asuransi, dana pensiun, dan BPJS," tutupnya. (feb/feb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads