Dalam kondisi sekarang, Darmin menjelaskan bahwa pemerintah hanya memiliki dua pilihan, menggenjot penerimaan dari sisi pajak atau pemotongan anggaran belanja.
Bila pajak digenjot dengan cara pengenaan pajak baru terhadap sektor tertentu maka dipastikan semakin memperlambat ekonomi. Dunia usaha akan tidak nyaman dan besar kemungkinan memilih menunda investasinya di dalam negeri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maka dari itu, pemerintah lebih memilih pemotongan anggaran. Anggaran belanja yang dipangkas jumlahnya adalah Rp 133,8 triliun, berupa anggaran Kementerian/Lembaga dan transfer ke daerah.
"Sebenarnya coba dihitung ulang penerimaan yang realistis. Berdasarkan itu, anggarannya kemudian dilihat mana yang betul-betul prioritas akan dipertahankan. Yang kurang prioritas akan berkurang terutama jenis pengeluaran yang tidak mendesak seperti biaya rapat, perjalanan dinas," paparnya.
Dengan demikian, dunia usaha khususnya tetap beraktivitas seperti biasa, dengan harapan adanya peningkatan investasi dan sekaligus bisa mendorong pertumbuhan ekonomi.
Darmin menambahkan, proses pemangkasan belanja ini bisa dilakukan tanpa harus ada perubahan atas Undang-undang (UU) APBN Perubahan 2016. Namun, pemerintah masih melihat perkembangan yang terjadi.
"Sebetulnya sih nggak wajib juga harus ada APBN-P. Tapi ya kalau ada juga ya nggak ada yang salah," tegas Darmin. (mkl/ang)