Dari hasil investigasi yang dilakukan sejak pukul 09.00 hingga 17.40 WIB atau sekitar 9 jam, kedua perusahaan terlapor memberikan pernyataan yang sama mengenai adanya ketidaksetujuan pada awalnya untuk melakukan pemusnahan 6 juta ekor PS (bibit ayam), yang pada awalnya bertujuan untuk menstabilkan harga ayam di peternak yang harganya sudah 40% di bawah harga pokok produksi (HPP) saat itu.
"Hari ini tergambar dengan jawaban dan keterangan dari dua terlapor yang kita periksa, sesungguhnya di antara mereka pun ada juga ketidaksepahaman dengan ide afkir dini ini. Sehingga bahwa adanya unsur mereka dipaksa bisa jadi benar," kata Ketua Majelis Persidangan yang juga merupakan Anggota Komisioner KPPU Kanser Lumbanradja di Gedung KPPU, Jakarta, Senin (8/8/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk itu, pihak majelis pun masih meminta kepada para terlapor hari ini untuk melengkapi sejumlah data guna melihat hubungan dari pengafkiran yang dilakukan dengan struktur cost perusahaan.
"Persoalannya adalah kenapa dibuat kebijakan seperti itu, kalau dari apa yang kita dengar tadi, bahwa ternyata mereka tidak setara (produksi dan skala bisnisnya). Ada yang besar, ada yang kecil. Yang kecil, yang paling kelihatan, bahwa bayangkan kalau dia disuruh mengafkir separuh dari yang dia punya," jelasnya.
"Kita masih belum boleh menyimpulkan. Kita masih harus melihat data, fakta angka-angka yang dia punya, terutama kepada cashflow-nya, revenue-nya, cost structure-nya, yang menunjukkan apakah memang kebijakan itu berdampak seperti apa kepada masing-masing Perseroan. Apakah dampaknya sama-sama menguntungkan atau sama-sama merugikan. Dan data-datanya masih ada yang belum lengkap kita terima," imbuhnya.
Persidangan ini pun masih akan terus berlanjut hingga pekan depan, dengan memanggil dua terlapor setiap harinya. Sementara untuk data-data yang diminta untuk dilengkapi, KPPU memberikan tenggat waktu hingga tanggal 15 Agustus mendatang agar segera bisa dilengkapi.
Adapun sanksi yang akan diberikan kepada perusahaan apabila terbukti bersalah, maka denda dengan besaran minimal Rp 1 miliar dan maksimal Rp 2 miliar telah menanti.
"Ini juga baru 2 terlapor yang kita periksa. Ini terus setiap hari. Hingga minggu depan. Hukumannya dilihat dari tingkat kesalahannya," pungkasnya. (drk/drk)











































