"Jelas, RAPBN 2017 menunjukkan bahwa pemerintah mulai realistis dengan perekonomian tahun ini yang masih lemah. Pesimisme ini terlihat baik dari revisi sisi penerimaan maupun pengeluaran," kata Ekonom INDEF, Dzulfian Syafrian, kepada detikFinance, Selasa (16/8/2016).
Dia mengatakan, RAPBN 2017 ini realistis setelah Sri Mulyani masuk sebagai Menteri Keuangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jelas hal itu tidak masuk akal di kala perekonomian sedang melambat dalam 2 tahun belakangan," imbuhnya.
Dia mengatakan, saat perekonomian menurun atau melemah, pendapatan sektor swasta dan rumah tangga pasti ikut menurun. Ini akan menimbulkan konsekuensi penerimaan pajak ikut menurun.
"Ditambah lagi, 2 tahun belakangan kan harga minyak dunia turun jadi pasti ada tekanan dari sisi penerimaan migas," jelasnya.
"Jadi, jangan heran kalau 2 tahun belakangan kita mengalami drama ancaman 'shortfall' yaitu di mana target penerimaan negara jauh panggang dari api, lantaran setting target yang terlalu tinggi," ungkap Dzulfian.
Dalam RAPBN 2017, pendapatan negara ditargetkan Rp 1.737,6 triliun. Dari jumlah tersebut, penerimaan perpajakan direncanakan sebesar Rp 1.495,9 triliun," jelas Jokowi.
![]() |