Berdasarkan perhitungannya, ada kekurangan penerimaan sebesar Rp 219 triliun sehingga mau tidak mau akan dilakukan pemangkasan anggaran serta pelebaran defisit anggaran.
Anggota komisi XI Indah Kurnia mengatakan, Sri Mulyani dihadirkan untuk menjalankan dua Undang-undang (UU) yang baru saja disahkan sebelum pergantian menteri. Pertama adalah UU APBN-P 2016 dan kedua adalah UU pengampunan pajak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya berharap dalam pembahasan R-APBN 2017 itu bertemu orang yang sama karena ada kebijakan yang harus dipertanggungjawabkan. Bukan Bu Sri Mulyani seharusnya. Jadi habis party kemarin, saya nggak ingin ibu hanya kembali untuk cuci piring," kata Indah Kurnia dalam rapat kerja dengan Sri Mulyani di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (25/8/2016).
Pada kesempatan yang sama, Ketua Komisi XI, Melchias Marcus Mekeng menuturkan bahwa APBN dalam dua tahun terakhir memang kurang realistis. Terutama dari sisi penerimaan pajak yang naik sampai Rp 200 triliun.
"Ini ada sesuatu yang tidak masuk akal. Akhir 2015, hampir tidak tercapai, maka Dirjen Pajak mundur. Dilelang lagi, maka pak Ken jadi Dirjen, terus masuk uang Rp 200 triliun. Nggak tahu dari mana itu uang. Tapi ini yang menandakan APBN kita tak realistis," papar Mekeng.
Dalam penyusunan APBN, menurut Mekeng, tidak masalah adanya agresifitas dalam pembangunan. Namun setidaknya harus ada kontrol dari sisi anggaran, agar kredibilitas terhadap APBN muncul.
"Boleh ekspansi tapi terkontrol, supaya lebih kredibel," sebutnya. (mkl/feb)