Di Depan DPR, Sri Mulyani Paparkan Beratnya Kondisi APBN Sampai Harus Dipangkas

Di Depan DPR, Sri Mulyani Paparkan Beratnya Kondisi APBN Sampai Harus Dipangkas

Maikel Jefriando - detikFinance
Rabu, 31 Agu 2016 18:00 WIB
Foto: Lamhot Aritonang
Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengakui beratnya kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016. Sehingga, pemerintah harus kembali memangkas belanja.

Belanja negara dalam APBN-P 2016 ditetapkan Rp 2.082,9 triliun. Dengan pendapatan negara ditargetkan mencapai Rp 1.786,2 triliun, maka terdapat defisit anggaran yang ditutup melalui pembiayaan Rp 296,7 triliun.

Sri Mulyani menilai, postur tersebut penuh dengan risiko, karena target penerimaan diperkirakan tidak tercapai. Ada kekurangan penerimaan negara Rp 219 triliun, meskipun telah menyertakan program pengampunan pajak atau tax amnesty.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam asumsi pemerintah, ada tambahan penerimaan negara Rp 165 triliun dari program tersebut.

"Kita memang memasukkan tax amnesty bersama keseluruhan APBN-P. Jadi dalam APBN itu di mana pendapatan perpajakan dianggarkan sekian, itu kemudian kita lakukan kajian dengan Kanwil Pajak dan hasilnya adanya shortfall," ungkap Sri Mulyani, dalam kerja dengan Komisi XI di Gedung DPR, Jakarta, (31/8/2016).

Dalam pengelolaan APBN, ada tiga pilihan yang bisa ditempuh oleh pemerintah. Terutama ketika realisasi penerimaan yang direncanakan lebih rendah atau ada situasi yang memaksa belanja melonjak dari yang seharusnya.

Pilihan pertama adalah pelebaran defisit. Batas defisit yang diperbolehkan dalam Undang-undang (UU) Keuangan Negara adalah 3%. Dalam APBN-P, defisit dipatok 2,35% yang kemudian diperlebar menjadi 2,5%.

"Kami perkirakan 2,5%, ada ruang sekitar 0,5% tambahan utang kalau memang diperlukan," jelasnya.

Kedua adalah dengan pemotongan anggaran, Rp 137,2 triliun. Ini terdiri atas belanja Kementerian/Lembaga (K/L) dan transfer ke daerah. "Pemotongan anggaran kita tempuh seperti yang sudah disampaikan," sebut Sri Mulyani.

Ketiga adalah manajemen arus kas. Ini lebih banyak diarahkan kepada proyek infrastruktur yang di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Misalnya yang tadinya satu tahun, dijadikan dua atau tiga tahun anggaran.

"Jadi di proyek oleh Kementerian PUPR, dari yang tadinya 1 tahun dijadikan 2-3 tahun. Jadi pencairan proyek itu tidak frontloading," pungkasnya.

Sri Mulyani memastikan, keputusan ini diambil setelah mempelajari kondisi APBN dengan sangat rinci. Termasuk berbicara dengan pihak-pihak terkait.

"Sekarang diperkirakan kekurangan Rp 219 triliun dan kemudian pemotongan Rp 137,2 triliun. Itu adalah proyeksi, berdasarkan best effort. Itu sudah dengan melihat secara detil. Ini yang kemudian menyebabkan hadirnya keputusan bagaimana mengelola risiko," paparnya. (mkl/wdl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads