Selama ini, kapal-kapal berukuran besar seperti di atas 30 gross ton (GT) memalsukan ukurannya. Namun demikian, menurut Susi, rupanya masih banyak pemilik kapal ikan yang masih saja memalsukan ukuran kapal yang sebenarnya ketika dilakukan pengukuran ulang.
"Sudah pengukuran ulang, tapi rupanya ukurannya belum final, belum naik ke ukuran yang sesungguhnya," ucap Susi saat rapat kerja dengan Komisi IV DPR, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (7/9/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, dengan mengikuti markdown amnesty, para pemilik kapal yang sudah melakukan pengukuran ulang kapalnya tidak akan dikenakan pidana. Hal ini serupa dengan program tax amnesty alias pengampunan pajak yang tengah dilakukan pemerintah.
"Banyak kapal ukuran 150 GT markdown sampai 27 GT, ketika diukur ulang jadi 70 GT, padahal sebenarnya ukurannya 150 GT. Artinya belum sesungguhnya, tahun depan saya adakan pengukuran ulang lagi. Total sudah ada 8.900 kapal yang ikut tahun ini, sebanyak 50% di atas 70 GT," kata Susi.
Selain mengurangi pajak hasil perikanan, pemalsuan dokumen kapal sering dilakukan agar pemilik kapal bisa mendapatkan solar bersubsidi sehingga biaya operasional penangkapan ikan bisa ditekan. Padahal mereka yang memiliki kapal di atas 30 GT sudah tidak diperbolehkan menggunakan solar bersubsidi (ang/ang)